Birokrasi Pemerintahan Indonesia Kurang Bersahabat Terutama untuk Indonesia Timur. Selain Menceritakan Banyak Pengalaman Pahit Saya, Saya Coba Sarankan Solusinya.
Semoga kita dapat mengambil hikmah dari tulisan ini, bukan untuk kembali ke kegelapan masa lalu, tetapi pengalaman ini dapat kita gunakan sebagai rujukan untuk memperbaiki masa depan.Di era digital ini, urusan administrasi dan persuratan serta validasi data harusnya bisa menjadi lebih mudah dan akurat. Namun belum sepenuhnya diimplementasikan ke kepengurusan birokrasi pemerintah Indonesia.
Sebagai contoh, saya coba berbagi pengalaman pahit saya Perihal kesulitan kesulitan yang pernah saya alami ketika berurusan dengan birokrasi Indonesia.
Pengalaman Didenda 29 Juta Overstay Karena Tidak Diberikan Informasi di Imigrasi Kedatangan, Bahkan Tidak Diberikan Informasi Yang Baik Ketika Sudah Melapor ke Kantor Imigrasi Kota Setempat.
Agustus 2019 lalu, calon suami (saat itu masih calon suami) dari Jerman mengunjungi saya ke Indonesia. Setelah baca baca di Internet, kami memahami bahwa suami dapat membayar di imigrasi saat kedatangan untuk bisa memperpanjang visa tinggal di Indonesia (saat itu suami membayar 500.000 saat masuk imigrasi di Jakarta).
Dua minggu setelah kedatangan di Indonesia, kami ke Imigrasi Surabaya, dan oleh petugas (petugas saat itu perempuan, berkacamata, saya lupa namanya) memberikan informasi bahwa suami dapat tinggal di Indonesia sampai 2 bulan.Â
Dengan pembawaan terburu buru (karena hampir jam istirahat makan siang, barangkali) dan jutek judes, demikian informasi yang kami dapatkan. Kesimpulan kami dari penjelasan staff tersebut, suami dapat tinggal 2 bulan. Sehingga kami memesan tiket ke Kuala Lumpur setelah 2 bulan suami di Indonesia.Â
Ketika akan ke Kualara Lumpur. Di Imigrasi Makassar, suami tidak dapat melewati imigrasi Makassar dikarenakan overstay. Kami shocked. Petugas Imigrasi Makassar tidak menerima aduan kami bahwa ini sepenuhnya bukan kesalahan kami. Kami telah mencoba sesuai informasi yang kami peroleh ke Imigrasi di mana saja di Indonesia setelah 2 minggu kedatangan. 29 hari dinyatakan overstay oleh kesalahan yang sepenuhnya bukan hanya kesalahan kami.
Akhirnya tiket kami hangus. Dengan terburu buru, kami booking tiket ke Kuala Lumpur untuk malam itu juga berangkat dari Jakarta. Sehingga kami harus terbang dari Makassar ke Jakarta, membayar denda overstay 29juta di Jakarta. Ancaman dari petugas imigrasi adalah, bertambah hari, suami akan membayar sebesar 1juta rupiah per hari. Total kerugian kami saat itu mencapai 50juta rupiah.
Ketika kembali ke Indonesia dari Kuala Lumpur melalui bandara Makassar, kami masih ditahan, diinterogasi di ruang imigrasi, terkesan dibentak bentak, dan intinya adalah semua kesalahan adalah kesalahan kami. Saya hanya diam saja saat itu, saya terjemahkan ke suami sebagai bentuk pemberitahuan saja. Liburan kami di Kuala Lumpur ketika itu terpengaruh oleh pengalaman buruk membayar denda overstay.
Ternyata bukan hanya pengalaman kami, di internet berseliweran, pengalaman pengalaman turis dan orang asing di Indonesia yang tidak memperoleh informasi yang baik, membayar overstay yang luar biasa banyaknya, dan sampai saat ini tidak ada yang dapat dimintai pertanggungjawaban mengenai hal ini.
Jika hal ini terus dibiarkan, maka pantas saja jika reputasi birokrasi dan keimigrasian kita tidak terlalu baik di mata dunia.