[caption id="attachment_176722" align="alignright" width="375" caption="Sumber Foto : www.soccerticketsonline.com"][/caption] Setelah mendapat info dari hasil telepati dalam keadaan mimpi, dukun-dukun di Kamerun yang ada diatas bukit dan puncak-puncak gunung ternyata baru tahu kalau Piala Dunia 2010 ini, Kamerun harus tersingkir di babak penyisihan grup tanpa meraih poin satupun. Padahal Kamerun adalah tim pertama Afrika yang mencapai perempat final Piala Dunia pada tahun 1990, dan pada Piala Dunia kali ini awalnya banyak orang berharap, Kamerun menjadi wakil Afrika yang membanggakan, namun ternyata kenyataannya lain. Kesebelasan Kamerun sebenarnya merupakan salah satu tim yang disegani di Piala Dunia 2010 Afrika Selatan. Tak perlu disangsikan, dengan kehebatan voodoo sihirnya agar tim lawan bermain lebih jelek. Ritual-ritual “bola” Kamerun jelas bertujuan untuk menghalangi lawan-lawannya supaya kalah dan lawan balik pulang ke negeri asalnya. Bahkan jika sihir Afrika dikalahkan lawan-lawannya, kamerun dengan publik Afrika-Nya di stadion masih punya satu senjata ampuh yakni vuvuzela, terompet yang melolong tanpa akhir. Mereka bisa menyulap “menyihir” setiap pertandingan bola jadi pesta. Pertandingan mana pun, lawan siapapun. Ritual musik tak akan berhenti berkumandang, pukulan drum tidak berhenti bergema, dan vuvuzela juga tidak berhenti melolong. Semua tanpa terputus. Pada zaman dulu, vuvuzela atau “lepata” terbuat dari tanduk rusa jantan dan ditiup untuk mengumpulkan warga di desa-desa Afrika. [caption id="attachment_177668" align="alignnone" width="300" caption="Sumber Foto : terselubung.blogspot.com"][/caption] Menurut kabar dari kicauan burung gagak hitam, ketika Di Grup E, Kamerun main 2 kali, kalah 2 kali, kemasukan 3 gol, memasukkan 1 gol dengan nilai 0. Para dukun, paranormal, atau tabib di Kamerun marah besar sekali, mereka segera membakar kemenyan atau dupa. Dukun biasa disebut Sanggoma di Afrika Selatan, melakukan ritual puasa 11 hari 11 jam 11 menit 11 detik agar supaya pemain berjumlah 11 lolos putaran Grup E. Para dukun Kamerun itu segera melakukan acara ritual, alat-alat senjata pamungkas dimiliki mereka masih "primitif" sekali, sangat jauh kalah hebat dibandingkan yang dipunyai masyarakat dunia dari supporter yang ada di Piala Dunia tersebut, mereka tidak memiliki apa-apa miskin dengan peralatan canggih, seperti HP, Laptop, alat-alat perekam, sadap, kompas digital, catatan-catatan elektronik dan sebagainya. [caption id="attachment_177671" align="alignright" width="226" caption="Sumber Foto : www.bbc.co.uk"][/caption] Selang tak lama kemudian, selesai ritual tersebut para dukun tersebut dapat wangsit dan meminta kepada tim kesebelasan Kamerun untuk tampil dan sebaik mungkin dilapangan dengan lincah seperti macan tutul. Sayang terlambat, Piala Dunia 2010 ini, mereka tidak tahu kalau kesebelasan Kamerun ini harus tersingkir di babak penyisihan grup tanpa meraih poin satupun. Padahal Kamerun adalah tim pertama Afrika yang mencapai perempat final Piala Dunia pada tahun 1990, dan pada Piala Dunia kali ini awalnya banyak orang berharap, Kamerun menjadi wakil Afrika yang membanggakan, namun ternyata kenyataannya lain. Para dukun Kamerun tidak tahu itu, karena kurang ada informasi cukup diatas puncak gunung sana, mereka kekurangan dalam mengakses informasi penting. Para dukun kamerun kaget, tatkala diberitahukan bahwa kesebelan Belanda ini sudah memastikan diri lolos ke babak 16 besar. Pertandingan Belanda vs Kamerun yang akan bertanding tanggal 25 Juni 2010 di Cape Town Stadium, Cape Town sebenarnya sudah tidak akan berpengaruh untuk kedua tim. Kesebelasan Belanda tersebut sudah memastikan diri sebagai salah satu wakil dari grup E, dan Kamerun sudah tidak mungkin bisa lolos ke babak 16 besar walaupun mereka bisa menang atas Belanda. Kamerun telah 2 kali menderita kekalahan, tak mungkin mengejar raihan nilai dari tim yang lainnya. Telepati tersebut tak berarti, ternyata terlambat, mereka menyesali, mereka juga mengetahui bahwa pada pertandingan kesebelasan Kamerun Vs Belanda ini, tanpa target apa-apa lagi, selain memenuhi kewajiban bertanding. Setelah mengetahui tim kesebelasan negaranya bermain tanpa target, permainan dirasakan kurang greget, permainan tanpa beban, bermain lepas dan bebas, sehingga mereka pun rasa-rasanya enggan juga menyaksikan jalannya pertandingan tersebut. Mereka pun akhirnya dengan memendam rasa kecewa kembali ke puncak gunung melalu jalan setapak untuk menjalani kehidupan alam seperti biasanya, didalam pikiran, mereka berkecamuk, berkata dalam hati sepertinya ilmu Voodoo dan telepatinya kalah dengan hingar-bingarnya teknologi canggih. Notes : Cerita Ini Setengahnya Fiktif Dan Setengahnya Lagi Dengan Paparan Bukti Cukup Valid
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H