Jurang di depan terbuka mengangga, cukup untuk menelan raga ini. Di seberang jurang, animo menungguku. Ku lihat jurang yang begitu dalam, hanya kegelapan yang tersisa. Ku lihat animo tersenyum padaku.
Aku sangat tahu jika hanya animo yang ingin ku raih. Tapi jurang menganga harus ku arungi.
Tempat yang kupijak bukan sekedar tanah biasa, tanah subur yang diinginkan banyak orang. Namun sayang, menumbuhkan bunga mawar berduri dengan keindahan merah gelapnya. Setiap langkahku sakit karena durinya. Merah gelapnya menemani ketakutan dalam diriku.
Tak bisakah aku kembali? Aroma hangat dan cahaya lembut semakin memudar dari pandanganku.
Dari tempatku melihat, aku sadar tak ada tempat untukku di sana. Tempat itu sudah menjadi milik orang lain, yang kelak akan menempati dimana aku berada sekarang.
Berapa lama sudah aku ada? Berapa banyak waktu yang terlewati?
Memang sudah seperti ini jalannya. Aku hanya takut, dengan semua yang ada disekitarku membuatku sadar jika, apa yang ingin ku raih, animo tidaklah menjanjikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H