Di sederet luka yang menggenang, sebuah perahu kecil serupa serangga air terapung, kanal-kanal seakan jadi kesepian berembus duka paling menyayat sejauh ekspedisi; layar dibentang, dua-tiga tiang pemancang dihadapkan pada angin yang berbelok.Â
Seseorang memangku kenang di balik pencahayaan kunang-kunang dipaksa beranjak dari kilap-kilap tanpa silau. Hutan pesisir merangkak bagai anak kuda baru lahiran dua minggu.Â
Dia dijelmakan untuk santapan sepi usai ramai tahun lalu mengakibatkan segala resah berujung risih. perahu itu benar melaju tanpa ada yang dituju melainkan terpaku pada arus-arus beku. geming.
Tidak ada sepi
Tidak ada tepi
dia melarikan dari tembok setinggi rasa cintanya pada yang dianut: sepi, bukan seperti lumrahnya. Padahal ia paham bahwa menuju tepi perlu sedikit perih lantaran saban perjalanan mengandung pelajaran, dan pelajaran dimulakan dari sepinya pemikiran, sesepi cadik mungil diantara kanal-kanal penghubung luka dan duka.
sepulangnya, orang-orang mencari sepi padahal di tempat keramaian mana pun, sepi diprioritaskan bagi orang yang tertekan. Sementara perahu itu justru mencari ramai dalam sepi yang mana tak nampak rasa gembiranya ditekan oleh sakit di masa kecil.
Bandung, 2021Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H