Terkadang masakan bisa-bisa tidak sesuai dengan selera akibat kurangnya bumbu cinta atau seni merasa. Padahal, bisa jadi sang koki kurang terampil dalam mengudap rempah romantisa. Lalu buat apa kita mahir memasak namun tak bisa bercinta dengan masakan? -- celoteh penulis
Bungkusan bumbu mecin dibuka perlahan dengan irisan gigi taring, menyobek dari ujung ke ujung yang saban sisinya berbentuk gerigi tipis. Â Ada dua bagian: satu, untuk bumbu asin dan lainnya bumbu serbuk merah, sejenis bubuk cabai yang ditumbuk hingga merata. Â
Kedua rempah bumbu itu dileburkan dalam mangkuk kemudian dibiarkan menyatu bila diaduk. Sambil menunggu rebusan mie instan, tangannya sukar diam. Selalu mengaduk kesana-kemari, menantang buih panas terus menggelinjang dan membumbung tinggi. Sendok yang dipegangnya kini seakan menari di atas permukaan panci, bukan berarti ini sebuah opera umum tapi ini pertunjukkan biasa yang tidak berkelas. Belum lima belas menit, Segerombolan pasta kuning yang keriting lalu melunak. Saatnya mie siap saji dan siap dipentaskan.
Sebelum diangkat menuju mangkuk, beberapa potongan sayuran sawi, satu-dua cabai rawit, dan cincang baso mentah dari plastik kulkas juga dimasukkan dalam panci agar matang dan renyah. Sengaja dimasak terakhir agar tidak terlalu lembek. Gerakan tangan menyerupai koki di televisi pun diperagakan; seolah tangan itu mengayun-ayun, yang memaksa aroma kaldu masuk ke rongga hidung, serontak bibir orang itu berucap ala chef luar negeri, deliciouso! Di ayunan terakhir membuat simpul yang sangat ajib dan sempurna: dilekatkan pada kedua bibir, mengental, dan berbuah kecupan sedap.
Masih berkutat di dapur kebul, pria itu tampak betah dan ingin berlama-lama sampai masakan mie buatannya tersaji sempurna di atas hidangan. Kedua tangannya ditepuk-tepuk menjadi isyarat bahwa memasak itu butuh ekstra hati-hati dalam menakar presisi bumbu. Huh, dahinya dipoles sedari tadi mengingat air keringat jatuh dan memanas di ujung rambut.Â
Belum selesai disitu, kakinya pun ditepuk-tepuk pula bukan akibat girang atau lelah melainkan serangan nyamuk terus memutari dan menggigiti kulit bila lengah sepersekian detik. Justru, ia lupa mengoleskan losion anti nyamuk atau memberi bakaran obat nyamuk di radius dapur.
Ia sangat senang memasak, sampai-sampai jadwal perjamuan penting ia lewatkan begitu saja bahkan kencan sekalipun ia lupa memberi kabar pada pacarnya yang nyaris sudah berulang kali tak berujung temu.Â
Namun bukan berarti ia dimusuhi tetap saja bila ia ikut perjamuan yang berisi rencana-rencana besar untuk pekan acara di kampusnya, ia akan menjadi bagian divisi permasakan atau kuliner dan diunjuk oleh teman-temannya sebagai koki utama dalam setiap pentas akbar atau juga saat kencan diam-diam kekasihnya menyelipkan satu dialog agar ia jadi utusan koki kelak di kampusnya;
Pernah, acara gebyar jurusan saban tahun pria itu mendadak direkomendasi menjadi juru masak untuk menghidangkan masakan super-fantastis yang belum pernah diicip oleh khalayak ramai. Ia merasa gugup dan ingin berkata tak sanggup.Â
Tapi teman sekelilingnya terus memberi suntikan semangat. Ah, ada jangka seminggu untuk mempersiapkan mental dan keberanian.Â
Hari itu, tema acara adalah budaya lokal. Tentu saja pria itu diamanahi untuk mengoseng-oseng, menggoreng sana-sini, mengukus atau mendekorasi setiap masakan yang dihidangkan semenarik mungkin. Harus memasak dua-puluh jenis makanan berbeda tiap satu kuali. Memang ini tak semudah untuk dibayangkan apalagi ia lelaki yang jarang sekali menginjak kaki di dapur lebih dari lima jam kecuali hanya lima menit untuk menyendok nasi dan lauk pada saat jam makan tiba.