Mohon tunggu...
amrullah ali moebin
amrullah ali moebin Mohon Tunggu... -

semua proses hidup dinikmati dengan perjuangan,.,.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Toples Lebaran

19 Juli 2016   16:20 Diperbarui: 20 Juli 2016   10:34 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: m.solopos.com

Toples biskuit ternama menjadi suguhan di meja ruang tamu seorang teman. Toples itu tak sendirian. Hanya, toples yang lain tampak lebih ‘jujur’. Sebab, semua jajanan yang ada didalamnya bisa terlihat. Misalnya, toples yang diluar terlihat berisi kacang. Saat dibuka pasti tidak berbohong. Begitu juga dengan toples lainnya. Mereka semua apa adanya.

Toples yang tak ‘transparan’ itu sangat terkenal. Tapi, maaf saya tak bisa menuliskan langsung merek biskuitnya. Para pembaca pasti sudah bisa membayangkannya. Meski tak ‘transparan’, biskuit itu baik. Karena telah memberikan keterangan berupa keterangan tentang isi dan berat isi toples tersebut.

Hanya, masih ada yang bertanya mengapa hanya gambar seorang ibu dan dua anak saja pada toples itu. Lantas dimana ayahnya? Ternyata, desainer gambar itu sudah memaparkannya. Adalah Bernardus Prasodjo. Si desainer gambar itu mengaku bila sang ayahnya yang memotret aktivitas itu. Gambar  itu memiliki makna keluarga harmonis. Bernardus adalah pria yang pernah mengenyam di ITB Bandung. Ah, sudahlah saya tak mau bahas panjang lebar tentang sejarah toples itu. Tapi, ini soal isinya.

Melihat suguhan di meja itu. Saya sengaja tak langsung membuka toplesnya. Si pemilik rumah belum mempersilahkan. Jadi, lebih baik saya mengambil jajan lainnya dulu. Saat suguhan minuman tinggal separo. Barulah teman saya mulai membuka toplesnya. Toples legendaris itu. Cara membukanya pun harus dengan cara khusus. Memakai sendok untuk alat bantu mencongkel tutupnya. Setelah dibuka, saya baru sadar. Isinya berbeda dengan gambar yang ada diluarnya. Jauh sekali perbedaannya. Pasti, pembaca sudah bisa menebak apa isi dari toples itu. Rengginang.

‘’Monggo lho rengginangnya enak. Renyah,’’ kata teman saya saat itu. Dia pun itu mengambil rengginang lalu mengunyahnya. Sejurus kemudian, saya melakukan hal yang sama. Mengambil rengginang lalu memakannya. Suasana menjadi riuh. Karena kunyahan rengginang. Perpaduan suara mengunyah rengginang antara satu dengan yang lain terdengar nada yang khas. Itulah kenikmatan.

Ini bukan soal toples biskuit saja. Melainkan, isinya. Rengginang. Toples dan rengginang sama-sama punya cerita dan makna dibalik bentuknya.

Toples memiliki bentuk dan macam. Lebaran, toples menjadi barang ini menjadi perburuan bagi para emak-emak. Ada yang sengaja membeli baru. Namun, ada pula yang mencari-cari di gudang untuk mencari toples lebaran tahun lalu. Intinya, toples menjadi primadona saat ini. Nah, mari sama-sama mempelajari toples. Toples adalah wadah untuk menyimpan jajan agar tidak mlempem.

‘’Nek bar maem jajan. Aja lali toples’e di tutup,’’

Itu pesan orang tua, bila anak-anak berdekatan dengan toples. Prinsipnya, toples memang untuk menyimpan berbagai jenis jajan apapun. Tapi dia memiliki batasan. Toples tak hanya sebagai wadah saja. Tapi, alat ini berfungsi sebagai media untuk membungkus jajan. Semakin apik toples akan memikat orang untuk mengambil jajan didalamnya. Kadang, toplesnya bagus tapi isinya tak sesuai isinya. Bisa juga, toplesnya jelek tapi isinya mantab.

Bukan bermaksud mendakwahi para pembaca. Tapi, toples bak kehidupan manusia kekinian. Kadang, tampilannya baik tapi perilakunya tidak. Begitu juga sebaliknya.

Jadi, belum tentu mereka yang bersurban dan berjidat hitam itu memiliki sikap baik. Begitu juga, belum tentu mereka yang berpakaian gembel dan berambut gondrong adalah jahat. Nah, disinilah letak dasar manusia seharusnya bisa lebih bijak dalam menilai seseorang tanpa harus melihat tampilan fisiknya saja.  Namun, alangkah indahnya harusnya penampilan sesuai dengan isinya. Bisa dikata, itulah toples yang konsisten.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun