Konsensus final nan sakral bernama Pancasila yang sudah ditetapkan dan dijadikan dasar ideologi bangsa, kini mencoba dibahas lagi. Logika sederhananya adalah: ketika sesuatu dikaji atau dibahas kembali berarti ada masalah yang harus dibahas atau akan muncul pembaruan yang bermuara dari masalah itu sendiri.Â
Publik mungkin heran, apa urgensi pemerintah mendirikan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang dipimpin Megawati Soekarno Putri, dengan anggaran yang fantastis untuk menggaji tokoh-tokoh BPIP, Â apakah republik ini sedang mengalami krisis ideologi atau bahkan kehilangan arah ideologi sehingga ideologi pancasila perlu dibina (kembali)? Mahfud MD yang tak lain juga anggota BPIP mengatakan bahwa latar belakang didirikannya BPIP karena adanya ancaman terhadap ideologi pancasila, "Saya mau katakan latar belakangnya saja.Â
Belakangan, kita merasa ada ancaman terhadap ideologi Pancasila. Ancamannya itu gerakan-gerakan radikal yang ingin mengganti Pancasila dengan ideologi lain, itu jelas ada," ujar Mahfud di kantor BPIP, gedung Wantimpres, Jl Veteran III, Jakarta Pusat, Kamis (31/5/2018).Â
Ancaman seperti apa yang mengancam eksistensi pancasila? Apakah benar selama ini konsep pancasila yang diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara masih belum efektif sehingga tidak bisa mengcounter gerakan radikal yang mencoba merongrong kehidupan pancasila itu sendiri? Biarkan sejarah menjawab atau BPIP yang menjawab dengan hasil kerja dan target capaian kerjanya.Â
Dasar pendirian BPIP adalah  Perpres No. 7 Tahun 2018 dan berada dibawah hak prerogatif presiden. Ditambah penambahan komponen kursi wakil menteri dan staff khusus milenial pada periode sekarang bukan hanya membuat istana 'gemuk' dengan orang-orang yang itu-itu saja menimbulkan persepsi publik yang menjurus ke arah negatif, pasalnya ditengah hutang negara yang semakin menanjak, pemborosan anggaran untuk menggaji unit kerja baru yang urgensinya tidak terlalu diperlukan dianggap sebagai pemborosan anggaran.Â
Ideologi dibahas LagiÂ
Banyak kalangan menilai, RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dibentuk sebagai upaya memperkuat eksistensi BPIP, disamping isinya yang membuat republik geger ditengah pandemi covid-19.Â
Adapun yang menuai kontroversi di antaranya Pasal 7 tentang ciri pokok Pancasila. Disebutkan bahwa ciri pokok Pancasila berupa trisila, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan. Trisila yang dimaksud terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong royong.Â
Pasal 7 yang memuat setidaknya tiga kata kunci, yakni trisila, ekasila, dan ketuhanan yang berkebudayaan ini dikritik lantaran dianggap merujuk pada Pancasila 1 Juni 1945, bukan Pancasila yang disepakati dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).Â
Saat itu, lima dasar negara yang disampaikan Soekarno dalam sidang BPUPKI 1 Juni 1945 adalah: 1. Kebangsaan Indonesia 2. Internasionalisme atau perikemanusiaan 3. Mufakat atau demokrasi 4. Kesejahteraan sosial 5. Ketuhanan yang Maha Esa Dikutip dari Magdalena (2019), dalam kesempatan sidang itu, Soekarno juga menawarkan alternatif lain sebagai dasar negara Indonesia, yakni Trisila dan Ekasila.Â
Alternatif itu disampaikan barangkali ada yang tidak setuju dengan bilangan 5 dan menginginkan bilangan yang lain. Tidak hanya itu, dua alternatif Trisila dan Ekasila disampaikan sebagai dasar dari segala dasar lima sila yang disebutkan sebelumnya. Menurut Ir Soekarno, negara Indonesia yang kita dirikan haruslah berdasarkan asas gotong royong tersebut. Namun, di akhir sidang, konsep Trisila dan Ekasila tidak terpilih oleh forum, dasar negara disepakati adalah Pancasila. (Kompas, 27/06/2020)Â