Sejenak kita berfikir serius untuk menghadapi wabah virus yang dibeberapa negara sedang berusaha terbebas dari wabah yang kian tak kunjung henti dan terus menunjukkan angka kasus yang tidak biasa juga telah banyak nyawa menjadi korban. Optimis itu harus, akan tetapi jika tidak diringin dengan usaha dan mematuhi aturan yang berlaku, maka harapan itu jauh panggang dari api.
Terlepas dari teori konspirasi apapun yang digembar-gemborkan sebagian orang, pada kenyataannya corona memang ada dan hidup bersama kita. Virus ini tidak bisa diajak bercanda apalagi sekedar untuk menarik atensi dalam diskusi receh yang kemudian diupload ke YouTube lalu berakhir sesenggukan minta maaf dan klarifikasi, dagelan yang penuh penyesatan ini seharusnya tidak usah muncul ke media apalagi terus-terusan diblow up.
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menjadi kebijakan yang dipilih Pemerintah Indonesia  dalam menghadapi wabah Covid-19, meskipun sebelumnya geger dengan kontroversi rencana kebijakan Darurat Sipil yang akan diambil pemerintah, banyak yang menilai hal ini kurang tepat karena kondisi Indonesia tidak dalam keadaan perang atau terancam kemanannya, melainkan sedang menghadapi wabah penyakit yang notabene mengancam kesehatan. Lantas sudah efektifkah PSBB?
Pembatasan kegiatan sosial tidak serta merta dipatuhi semua lapisan masyarakat, banyak  yang masih wira-wiri mencari order ojek online, berdagang dan kegiatan lainnya untuk menutupi kebutuhan hidup juga banyak juha mereka yang keluar rumah demi menghadiri euforia penutupan restoran cepat saji yang dianggap menimbun banyak sejarah hidup kemudian berkumpul merayakan farewell party bersama.Â
Disatu sisi banyak yang ingin melalukan sholat tarawih berjamaah dimasjid namun tidak diperbolehkan untuk sementara, atau ibadah di gereja dan rumah ibadah lainnya, disisi lain masih banyak manusia yang logika akal sehatnya mengalami penurunan demi hal remeh-temeh berkumpul untuk merayakan penutupan sebuah restoran cepat saji.
Gayung bersambut, Kamis, 14 Mei 2020 Bandara Soekarno-Hatta membludak penuh antrian panjang, meski sebelumnya dikabarkan ada 40 penumpang positif Covid-19, namun masyarakat seperti acuh tak acuh menghadapi virus corona ini. Hal ini membuat sejumlah tenaga medis yang selama ini bertaruh nyawa mengekspresikan kekecewaannya dengan menyebarkan foto menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sembari memegang kertas bertuliskan "INDONESIA? TERSERAH!".
Hidup Normal Kembali ditengah Pandemi
"Sekali lagi kita harus berdampingan hidup dengan Covid. Sekali lagi yang penting masyarakat produktif dan aman dari Covid," kata Jokowi dalam pernyataan resminya di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat, 15 Mei 2020. (Tempo, 16/05/2020). Hal ini bukan sebuah pernyataan pesimisme (katanya) dalam menghadapi wabah Covid-19, melainkan upaya pemerintah yang akan mengatur kembali kehidupan masyarakat agar berangsur-angsur kembali berjalan normal dengan tetap memberlakukan protokol kesehatan yang sudah berjalan.
Meskipun terdengar seperti 'suara kekalahan', hidup mesra bersama corona adalah sebuah keniscayaan disamping vaksin corona yang belum ada kabar kapan akan ditemukan, akan tapi kehidupan sosial kita perlu terus berjalan. Konyol memang jika sejenak kita berfikir untuk hidup damai dengan corona, seperti hidup berdampingan dengan kematian yang disegerakan.
The New Normal yang digaungkan pemerintah mengajak masyarakat untuk menjalani kehidupan normal yang baru, yaitu berkegiatan normal kembali dan tetap menerapkan mekanisme pencegahan. Tidak bisa dipungkiri, kehidupan sosial masyarakat memang harus terus berjalan terlebih kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.