Mohon tunggu...
AMRUL HAQQ
AMRUL HAQQ Mohon Tunggu... Seniman - Pendiri Media GelitikPolitik.com

Amrul Haqq merupakan penulis buku dan pendiri sekaligus pemimpin redaksi media online berbasis politik bernama GelitikPolitik.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Muharram, dari Masa ke Masa

31 Agustus 2019   22:25 Diperbarui: 31 Agustus 2019   22:44 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Antusiasme masyarakat menyambut tahun baru islam semakin terlihat dengan  semaraknya berbagai kegiatan seperti pawai obor keliling, doa bersama dan kegiatan lainnya untuk membangkitkan salah satu syiar islam yang kelihatannya masih kalah dengan euphoria malam tahun baru masehi.

Pemprov DKI Jakarta dalam menyongsong tahun baru islam pada tahun ini menggelar Jakarta Muharram Festival dengan menghadirkan berbagai kegiatan yang berpusat di bundaran Hotel Indonesia.

Muharram, dalam sejarahnya adalah perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah kala itu pada tahun 622 masehi, perhitungan awal hijriyah pertama kalinya dilakukan di masa Umar bin Khattab R.A tepat pasca-wafatnya Nabi Muhammad SAW. Ijma' Sahabat Umar bin Khattab dengan para sahabat lainnya dimana terjadinya hijrah Nabi kala itu dijadikan momentum sebagai awal mulai perhitungan tahun dalam Islam.

Muharram sendiri secara bahasa dapat diartikan sebagai bulan yang diharamkan, yaitu bulan yang didalamnya orang-orang Arab diharamkan melakukan peperangan dan bulan Muharram sendiri diyakini sebagai bulan suci sehingga tidak layak menodai bulan tersebut dengan peperangan.

Peristiwa penting lain yang terjadi di dalam bulan Muharram adalah gugurnya Husein bin Ali, cucu Rasulullah di tanah Karbala yang kemudian sejarah itu terus diperingati oleh masyarakat Syiah setiap tanggal 10 Muharram atau disebut hari Asyura untuk memperingati kesyahidan Imam Hussain bin Ali yang gugur pada perang Karbala pada tahun 680 Masehi. 

Syiah menandai peringatan itu dengan upacara besar terbuka, dengan melakukan penyiksaan diri berdarah untuk menandakan tauta penderitaan Imam Hussain yang kematiannya melambangkan perjuangan luas melawan penindasan dan tirani.

Sejatinya, euforia muharram dan tahun-tahun baru lainnya tidak sampai menenggelamkan substansi makna dari apa yang kemudian disebut sebagai sebuah pergantian, kemudian momentum itu hilang begitu saja dan tidak ada pengaruh apapun.

Sebuah pergantian dari kurang baik menuju kepada kebaikan, dari non-hijrah spiritual (bukan hijrah ala-ala selebritis) menjadi hijrah total spiritual, dari yang suka intervensi neraka orang lain menjadi seorang yang menyadari diri sebagai insan yang masih tidak pantas menghuni surga, dari yang sibuk mengibarkan bendera (tauhid) katanya, menjadi insan yang menamankan nilai-nilai tauhid dalam hati dan terpancar dalam perilaku.

Tuhan, ampuni hamba-Mu yang masih lupa esensi beragama ini, sehingga apapun yang saya lakukan semata hanya simbol tapi lupa isi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun