Â
Ketika Anjing Masuk Masjid
Seorang wanita memasuki masjid Al Munawaroh, Sentul City, Bogor pada minggu 30 Juni 2019 sambil beteriak menyebutkan nama suaminya yang dinikahkan di dalam masjid (Kompas, 02/07/2019).
Video berdurasi 1 menit 9 detik viral di media sosial dan menjadi perbincangan warga dunia maya, dunia nyata dan mungkin juga dunia ghaib. Di satu sisi banyak yang menilai hal ini adalah sebuah pelecehan, di sisi lain ada juga yang memandang hal ini sebagai suatu hal yang tidak harus berlebihan dalam menyikapinya.
Banyak yang menukil kisah Rasulullah dan warga Badui yang masuk ke dalam masjid kemudian kencing di dalam masjid. Ketika itu para sahabat marah, kata-kata keras terlontar dari para sahabat dan mencoba untuk mencegah air najis si Badui mengotori masjid, melihat kejadian itu, Rasulullah tetap tenang dan membiarkan si Badui menuntaskan buang air kecilnya. Ketika selesai, Rasulullah lantas memberi nasihat kepada si Badui tentang bagaimana etika ketika berada di dalam masjid.
Tentu, teladan kita Rasulullah SAW yang menjadi acuan dalam kehidupan spiritual dan kehidupan sosial telah mencontohkan bagaimana seharusnya menyikapi sesuatu dan tidak terburu-buru untuk menghukum dan menghakimi. Apalagi setelah diperiksa diketahui bahwa seorang wanita yang membawa anjing itu mengalami gangguan kejiwaan.
Sangat disayangkan, ketika wanita berinisial SM yang membawa anjing ke dalam masjid dikasuskan dan menjerat pelaku dengan Pasal 156 KUHP tentang penistaan agama. pasal yang dianggap karet yang telah membawa Ahok ditimpal pidana 2 tahun penjara atas kontroversi pidatonya yang menyinggung Al Maidah ayat 51 pada masa kampanye menuju pertarungan Pilkada DKI 2017 silam.
Sentimen penistaan agama masih saja digunakan dan nyatanya kasus ini umum terjadi pada kalangan minoritas. Tidak lupa di ingatan bahwa setelah kasus Ahok, muncul Ibu Meliana yang protes volume pengeras suara masjid dan sekarang di susul oleh SM yang diketahui beragama Katolik membawa anjing ke dalam masjid.
Hal itu tentu menyimpan tanya, lalu bagaimana dengan kaum mayoritas yang menyinggung agama lain  dalam ceramah-ceramahnya di atas mimbar-mimbar suci itu? Jangan sampai publik berasumsi bahwa pasal penistaan agama disiapkan untuk menindas kaum minoritas.
Jika pendekatan Islam yang damai itu dirusak dengan reaksi-reaksi brutal oknum relijies dalam memandang sesuatu, lantas Islam yang bagaimanakah sehingga bisa diterima dalam kehidupan yang plural ini?
Sementara itu, aku dan sifat anjingku keluar-masuk masjid tanpa ada yang mengusirku untuk pergi.