Mohon tunggu...
Amrosius Alobi Warasaman Bille
Amrosius Alobi Warasaman Bille Mohon Tunggu... Editor - Warasaman Alob

Lahir di Lorulun pada 21 September 1991. Pendidikan terakhir Pascasarjana pada Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng Manado tahun 2019. Sekarang menjadi penulis dan editor majalah swasta di Asmat sekaligus pengajar pada salah satu sekolah SMA Katolik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Harta" Orang Medah Suku Awyu-Papua di Balik Primadona Hidup Miskin

4 November 2020   15:15 Diperbarui: 4 November 2020   15:20 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Fransiskus Asisi, seorang tokoh terkenal dalam sejarah dunia dan dunia kekristenan. Ia mendapat gelar santo atau "orang kudus" dalam gereja katolik. Santo atau orang kudus adalah orang yang diberkati Tuhan dan mendapat anugerah dan rahmat dari Tuhan. Rahmat itu diterima dan diusahakan dengan penuh pengorbanan, kesetiaan, perjuangan, komitmen dan konsistensi diri yang dinyatakannya melalui cara hidup yang radikal. Fransiskus dikenal sebagai Bapa Kaum Miskin.

Di tengah situasi dunia zaman itu yang memperlihatkan keadaan dimana orang-orang sibuk mengejar harta, kedudukan dan kenikmatan duniawi, dan juga hidup dalam konflik serta perlawanan dan saling mengalahkan dan menjatuhkan satu sama lain, Fransiskus memilih untuk tetap setia pada imannya akan Allah yang ditunjukannya secara nyata di dalam praktek hidupnya. Ia relah meninggalkan segala-galanya termasuk kekayaan warisan yang diterima dari keluarganya dan memilih untuk hidup miskin dan sederhana sebagai sebuah bentuk hidup yang radikal yang bersumber dan berdasar pada belas kasih Allah dan kemurahan hati sesama manusia.

Pengalaman kemiskinan Fransiskus menegaskan corak hidup masyarakat kampung Meda. Meda adalah salah satu kampung yang ada di kepulauan Papua khususnya di Kabupaten Mappi dan tergolong dalam kelompok masyarakat suku Awyu. Awyu adalah salah satu suku yang letaknya berbatasan langsung dengan suku Asmat dan suku Marind.

Selain memertahankan hidupnya dengan mengolah bahan sagu untuk dijadikan sebagai makanan sehari-hari, masyarakat Meda pun memiliki satu pola aktifitas yang rutin yaitu pergi ke hutan untuk mencari "gaharu". Gaharu adalah salah satu jenis tanaman kayu dengan nilai jualnya yang sangat tinggi. Setiap hari masyarakat desa selalu pergi ke hutan untuk mencarinya. Hasil yang diperoleh masyarakat langsung dijual kepada para pedagang dengan nilai bahkan sampai puluhan jutaan. Dari hasil penjualan inilah, masyarakat menggunakannya untuk membiayai kebutuhan hidup mereka setiap hari. 

Miskin bukan berarti tak punya uang. Kenyataannya memang miskin itu lebih dimengerti oleh banyak orang sebagai keadaan serba berkekurangan. Konsep kemiskinan sudah menjadi "primadona" dalam benak banyak orang yaitu tidak punya uang, makanan, perumahan sehingga untuk bisa mendapatkannya maka orang harus bersusah payah bekerja bahkan secara paksa.

Masyarakat Meda bukan orang-orang miskin yang hidup terlantar dan menderita akan tetapi lebih tepat dikatakan sebagai orang-orang yang mengaktualisasikan penghayatan akan kemiskinan. Kemiskinan yang dimaksud sesungguhnya adalah kemiskinan sebagai sebuah bobot nilai dan keyakinan, memiliki arti dan mengandung makna. 

Orang Meda sesungguhnya hidup dalam kebahagiaan. Mereka secara fisik berpakaian sederhana, hidup dan tinggal di rumah yang sederhana dan sangat layak dipakai, makan makanan yang secukupnya, dan berkecukupan dengan menikmati hasil alam seperti kelapa,  ikan, sagu, dan sebagainya. Secara spiritual, mereka sungguh mempraktekkan hidup yang selalu memberi.

Mereka saling memberikan apa yang dimiliki tidak hanya kepada sesama masyarakat kampung melainkan terlebih kepada para tamu yang datang ke desa mereka. Memberi bukan berarti karena mereka tidak membutuhkan, melainkan mereka justru rrlah untuk memberikan segala yang mereka mimiliki dan butuhkan kepada sesama sebagai ungkapan cinta. Dengan demikian, sebagaimana pengalaman yang ditampilkan oleh masyarakat Meda ini, maka sesunguhnya memberi adalah sebuah ungkapan pengorbanan diri, pelayanan, dan cinta yang keluar dari dalam diri dan tertuju kepada orang lain. 

Jika Fransikus bahagia karena meskipun kaya namun berhasil memilih hidup miskin berkat rahmat Allah dan usahanya sehingga disebut kudus, maka kekudusan itu pun dapat disaksikan dalam corak hidup masyarakat Meda yang setiap hari hidup bahagia dengan keadaan dirinya. Mereka bukan orang berpendidikan tinggi, berkedudukan dan punya jabatan, berpenghasilan tetap dan beruang, melainkan mereka adalah orang-orang yang sungguh-sungguh bahagia di dalam hidup. Maka, bahagia adalah sebuah tujuan hidup dan sekaligus panggilan dari Allah bagi semua ciptaan-Nya. Maka, "harta" terbesar dan terindah dari masyarakat Meda terletak pada kebahagiaan hidup yang dihayati dalam corak hidup memberi. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun