Mohon tunggu...
Amrosius Alobi Warasaman Bille
Amrosius Alobi Warasaman Bille Mohon Tunggu... Editor - Warasaman Alob

Lahir di Lorulun pada 21 September 1991. Pendidikan terakhir Pascasarjana pada Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng Manado tahun 2019. Sekarang menjadi penulis dan editor majalah swasta di Asmat sekaligus pengajar pada salah satu sekolah SMA Katolik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

3 Konsep Dunia Suku Asmat-Papua: Ciri Penghayatan Ketuhanan

1 November 2020   19:03 Diperbarui: 1 November 2020   19:11 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam tradisi keagamaan, orang Katolik menurut kalender liturginya, merayakan dua peristiwa penting setap kali hendak memasuki awal bulan November. Dua peristiwa itu adalah pertama, perayaan hari orang kudus, dan kedua, perayaan hari arwah orang yang telah meninggal dunia. Perayaan hari orang kudus dilakukan pada setiap tanggal 1 November, sedangan pada esok harinya yaitu pada tanggal 2, diadakan perayaan peringatan arwah orang yang telah meninggal dunia. 

Kedua perayaan di atas ditetapkan oleh gereja Katolik Universal sebagai sebuah tradisi sekaligus sebagai sebuah perayaan iman yang merupakan unsur esensial dan sarat akan makna religi. Orang kudus adalah mereka yang telah memasuki dan menikmati kebahagiaan surgawi bersama Allah berkat pertolongan rahmat Allah yang diterima, ditanggapi serta telah diusahakan oleh mereka dengan usaha yang sungguh-sungguh dalam penghayatan sikap hidup yang berkenan kepada Allah selama mereka masih hidup di dunia. 

Dengan merayakan hari orang kudus ini, maka umat Katolik memohon doa dari mereka sekaligus meneladani hidup mereka agar kelak bisa menyerupai diri mereka yang hidup berkenan di hadapan Allah. Begitu pula dengan perayaan arwah orang yang telah meninggal dunia. 

Diyakini bahwa manusia adalah orang yang berdosa dan tidak luput dari kesalahan selama hidup di dunia. Mereka ini juga membutuhkan rahmat Allah untuk memperoleh keselamatan surgawi. Sebagai satu persekutuan orang beriman, orang yang masih hidup di dunia ikut berdoa dengan penuh iman untuk memohon rahmat keselamatan dari Allah itu bagi mereka yang mengharapkannya. 

Dengan demikian doa seluruh orang beriman yang masih hidup di dunia sungguh menjadi bentuk ungkapan permohonan hati yang dinyatakan dengan penuh iman dan harapan. Iman itu dinyatakan dalam doa orang-orang yang hidup kepada orang yang telah meninggal dan harapan itu merupakan pemberian dari Allah berupa rahmat keselamatan yang sudah tentu akan diterima oleh mereka yang telah meninggal dunia. 

Doa sebagai ungkapan hati seseorang maupun sekelompok orang beriman kepada Tuhan merupakan sarana perjumpaan dan persatuan manusia dengan kehendak dan diri Allah. Dalam konteks budaya, doa dinyatakan dalam praktek atau "ritual adat" yang sesungguhnya mengandung tujuan, arti dan makna terdalam yang dihayati oleh masyarakat manusia di dunia dan dalam lingkup budayanya. 

Salah satu suku masyarakat yang memiliki praktek ritual adat yang menarik dan sarat akan makna pula adalah maayarakat suku Asmat. Masyarakat Asmat yang mendiami sebelah selatan pulau Papua mengenal dan menghayati tiga konsep dunia kehidupan manusia. 

Tiga konsep itu antara lain, Asmat ow Capinmi (alam kehidupan sekarang), Dampu ow Capinmi (alam persinggahan roh yang sudah meninggal), dan Safar (surga). Pertama, Asmat ow Capinmi adalah dunia saat ini yang dihuni oleh manusia yang masih hidup. Kedua, Dampu ow Capinmi yaitu tempat tinggal bagi roh-roh nenek moyang yang telah meninggal dunia, dan ketiga safar yaitu surga, yang merupakan sebuah tempat kehidupan bagi orang-orang meninggal yang telah selamat dan mengalami kebahagiaan yang abadi. 

Menurut orang-orang suku Asmat, roh dari nenek moyang yang telah meninggal sesungguhnya akan mengganggu kehidupan manusia di dunia entah berupa sakit penyakit maupun bencana.  Oleh sebab itu, orang-orang Asmat biasanya mengadakan ritual khusus yang biasanya dikenal dengan sebutan Pesta Patung Bis. 

Patung Bis adalah patung manusia yang dibuat oleh masyarakat yang diberi nama orang yang telah meninggal. Pesta Patung Bis ini diselenggarakan oleh masyarakat suku Asmat dengan tujuan yaitu pertama untuk menghindari bahaya-bahaya yang diderita akibat gangguan dari roh-roh nenek moyang entah sakit penyakit,  musibah dan bencana, dan kedua yaitu untuk menyelamatkan roh-roh orang yang telah meninggal dunia agar masuk ke dalam surga yaitu tempat ketenangan dan kebahagiaan abadi. 

Dengan kata lain,  orang Asmat meyakini bahwa dengan mengadakan pesta Patung Bisa, maka mereka akan terhindar dari segala macam marah bahaya, dan orang-orang yang telah meninggal pun memperoleh keselamatan yang dialami dalam di safar atau surga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun