Kendaraan Berbasis Listrik (KBL) merupakan sebuah kendaraan yang sangat fenomenal dan menarik perhatian semua kalangan dari berbagai belahan dunia. Melalui perpanjangan tangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif baru saja menerbitkan atuan tentang kebjakan percepatan program pembangunan pabrik baterai melalui Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019.Â
Dalam Perpres No. 55/2019 itu dijelaskan bahwa terdapat beberapa poin yang ditekankan, dimana adanya percepatan pengembangan Industri Kendaraan Berbasis Listrik (KBL) yang diproduksi dalam negeri sendir, kemudian adanya pemberian Insentif, penyediaan infrastruktur pengisian listrik dan pengaturan tarif tenaga listrik untuk KBL itu sendiri, selanjtunya adalah pemenuhan terhadap ketentuan teknis KBL, dan yang terkahur adalah perindungan terhadap kondisi lingkungan yangd diatur dalam Undang-Undang Kementeran Lingkungan Hidup (KLHK). Â Akan tetapi, kebijakan turunan yang telah diterbitkan pemerintah saat ini masih dalam sebuah kebijakan yang mengatur tentang pasar Kendaraan Berbasis Listrik itu sendiri.
Kebijakan turunan tersebut tercantum dalam Permendagri No. 8/ 2020 tentang penghitungan dasar pengenaan pajak KBL dan adanya beabalik nama kendaraan listrik itu sendiri. Selanjutnya Permenhub No. 44/2020 tentang pengujian fisik kendaraan berbasis listrik (KBL), disusul PermenESDM No. 13/2020 tentang penyediaan infrastruktur pengisian listrik untuk kendaraan Berbasis Listrik (KBL).Â
Permen Perindustrian No. 27/2020 tentang spesifikasi, peta jalan pengembangan dan ketentuan pengembangan ketentuan TKDN KBLBB, dan Permen Perindustrian No. 28/2020 tentang KBLBB dalam keadaaan terurai lengkap (CKD) dan terurai tidak lengkap (IKD).Â
Bukan hanya itu saja adanya keputusan Korps Lalu Lintas No. 5/2020 tentang tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) KBLBB, dan yang terakhir adalah kebijakan dari kementerian keuangan dan kementrian perdagangan tentang adanya impor CBU KBLBB dalam rangka inversatasi, kemudian impor bahan baku lithium.Â
Dari kebijakan turunan tersebut tentu tidak relevan dengan Perpres 55/2019 yang telah dikeluarkan sehingga dapat disanggah seolah-olah Indonesia hanya ditujukan sebagai pasar kendaraan berbasis listrik, bukan sebagai produsen kendaraan berbasis listrik.
Tentu dalam proses percepatan pengembangan industri dibidang kendaraan berbasis listrik ini sangat erat kaitannya dengan bahan baku dan rantai pasok dari semua tahapan dalam pembuatan kendaraan bermotor listrik sehingga Indonesia bukan hanya dijadikan sebagai pasar penjualan KBL itu sendiri.Â
Ada beberapa teknologi kunci dan teknologi prioritas pegembangan baterai ini yang dimulai dari teknologi pengolahan mineral dan bijih nikel, teknologi pengolahan material precursor dan katoda aktif, selanjutnya teknologi battery cell and pack, teknologi pebuatan mobil listrik, charging station, hingga samapi kepada teknologi daur ulang baterai.Â
Secara umum dari tahapan tersebut, strategi yang dimiliki BUMN dalam pengembangan baterai nasional mulai dari hulu samapi kehilir sangat tergantung pada besarnya investasi dan teknologi yang dimilki Indoensia.Â
Ada beberapa kendala yang menurut saya adalah suatu keputusan krusial dan tidak dapat ditolelir, dimana dari seluruh proses ini terdapat rantai pasok yang terputus yaitu teknologi pengolahan baarai prekursor dan katoda mengingat teknologi ini masih dalam penelitian dan pengembangan yang dilakukan berbagai institusi seperti LPDP, Pertamina, Batan, dan BPPT.
Tentu untuk menangani hal tersebut seharusnya pemerintah membuat strategi baru yang bisa mempercepat pengembangan industri nasional, salah satu strategi yang paling bagus adalah dengan memberikan peluang investasi kepada negara yang sudah memilki teknologi pengembangan pada tahap prekursor dan kathoda atau melakukan kerjasama pengadaan dan pembelian teknologi kepada negara tersebut sehingga percepatan pembangunan industri baterai nasional dapat terlaksana.Â