Tinggal seminggu lagi kontestasi Pemilihan Petinggi serentak di kabupaten Jepara akan memasuki babak pendaftaran bakal calon petinggi. Sesuai jadwal yang dikeluarkan oleh Panitia Pemilihan Petinggi, tahap pendaftaran adalah tanggal 16-24 Juli 2019 mendatang. Waktu yang tinggal sebentar ini tentu menjadi tanda tanya tersendiri bagi warga masing-masing desa yang menunggu bakal calon petinggi yang akan mendaftar.
Sesuai rencana, tahun 2019 ini Pemilihan Petinggi serentak di kabupaten Jepara pada 17 Oktober 2019 nanti akan diikuti 136 desa dari 184 yang ada. Sedangkan di kecamatan Pecangaan sendiri ada 11 desa dari 12 desa yang ada, menyisakan desa Ngeling yang sudah mengikuti pilpet serentak tahap 1 tahun 2018 lalu. Gelaran ini juga disiapkan anggaran oleh Pemkab Jepara dari APBD sebesar 13 miliar lebih sebagai biaya pemilihan. Alokasi dana sebesar itu diharapkan muncul calon Petinggi yang benar-benar mumpuni dan kredibel yang minim dana sebagai pemimpin harapan masyarakat karena biaya pencalonannya sudah gratis.
Pemilihan Petinggi sendiri adalah pesta demokrasi paling meriah melebihi ramai dan keruhnya pemilu legistatif atau pemilu presiden sekalipun. Gawai besar ini merupakan ladang warga mencari sosok pemimpin yang merangkap menjadi "pembantu" sesuai harapan. Petinggi idaman seringkali dihubungkan dengan sejarah keluarga, pekerjaan, dan bahkan seberapa banyak keluarganya menjadi poin penting dalam memilih.
Seperti yang terjadi di desa Pulodarat kecamatan Pecangaan sendiri sudah mulai muncul nama-nama bakal calon petinggi di masyarakat. Salah satu yang santer akan mendaftarkan diri adalah Petinggi petahana, Akhmad Burnadi. Bapak dua anak ini merupakan salah satu dari banyak petinggi petahana yang bakal kembali mencalonkan diri, khususnya di kecamatan Pecangaan.
Calon lain yang juga akan mengikuti ajang adu kuat finansial adalah Nur Hasan. Pengusaha mebel ini merupakan nama yang baru muncul dipertengahan bulan puasa kemarin. Bakal calon petinggi ini bahkan sudah mulai bersafari ke warga-warga dan membentuk tim sukses.
Belakangan ini masyarakat justru dikagetkan dengan munculnya dukungan dari tokoh-tokoh agama, pemuda dan tokoh masyarakat kepada bakal calon petinggi desa Pulodarat yang belum disebutkan namanya. Kabar ini seperti sengaja dimunculkan dulu dan disimpan namanya untuk membuat masyarakat lebih berpikir calon petinggi alternatif yang tepat dan layak memimpin Pulodarat enam tahun ke depan. Nama yang disimpan tentu bisa menjadi kuda hitam yang bisa mendobrak dominasi dua calon yang sudah lebih dulu mendeklarasikan diri.
Berapapun dan siapapun calonnya, sebagai pemerhati sosial dan bagian dari warga Pulodarat yang interest pada isu kemasyarakatan, maka sudah sepantasnya satu pesan moral untuk para pemilih, "La tho'ata li makhluqin 'ala ma'shiyyatil kholiq", atau tidak ada ketaatan pada makhluk untuk menentang Tuhannya.
Bahwa kepemimpinan adalah keniscayaan, kekuasaan juga merupakan keharusan, namun di atas segalanya ada tanggung jawab yang kelak akan dipertanyakan. Semoga sinergitas ulama'-umaro'-ummat senantiasa terjaga di lingkungan desa Pulodarat, dikaruniakan pemimpin yang mencintai sepenuh hati pada rakyatnya.Â
Karena hanya pemimpin Ulul Amri pilihan langitlah yang mampu menebar kasih sayang dan kemanfaatan. Amiin. (AmriOi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H