Dari sini kusampaikan salam padamu, Langit. Salam dua tubuh yang dinaung pilu dalam wadah memoar lawas. Dua kalbu yang terkikis duka dan waktu.
Kauhanjurkan airmata yang tiap bulirnya makin mengingatkan pada kotaku dulu. Tetesmu membaur di jejalan, di pusat perbelanjaan, bahkan di raga bocah yang bermain kapal-kapalan.
Tak bisa pula kulebur ingatan tentang sesap kopi dan kotak jajanan yang nyaris kosong. Tuan berkacamata persegi dengan ulas senyum yang tanpa ia sadari membuatku nyaris tercekik mati.
Aku merindu, Langit.
Jangan kaupindahkan mega mendungmu pada pelupuk mataku, Langit.
ARW
10-11 9 2010
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI