Dengan munculnya perbankan syariah di Indonesia, berbagai produk perbankan syariah juga semakin berkembang dengan pesat. Para cendekiawan dan praktisi perbankan syariah sekarang tidak hanya mempertahankan model akad yang sudah ada sejak zaman Rasulullah, tetapi mereka juga mengembangkan model baru untuk menyesuaikan perbankan syariah dengan perkembangan zaman. "Ijarah Muntahiya Bi Al-Tamlik (IMBT)" adalah salah satu bentuk akad hybrid baru yang telah dikembangkan oleh mereka dari lembaga keuangan syariah yang ada saat ini. IMBT adalah kombinasi antara sewa menyewa (ijarah) dan jual beli (murabahah) atau hibah di akhir masa sewa.Â
Berdasarkan Fatwa DSN MUI Al-Ijarah Al-Muntahiya Bi Al-Tamlik, yang berarti "sewa beli", merupakan perjanjian sewa menyewa yang diikuti dengan opsi untuk menyerahkan kepemilikan properti kepada penyewa saat kontrak sewa berakhir. Bank syariah dapat menggunakan IMBT untuk pembiayaan investasi, pembiayaan barang modal, dan pembiayaan konsumen. Penggabungan akad terjadi ketika dua pihak setuju untuk melakukan suatu transaksi yang mencakup dua atau lebih akad. Sehingga akibat hukum dari penggabungan akad tersebut, yaitu semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya, dianggap sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan yang sama kedudukannya dengan akibat hukum dari satu akad. Lantas, bagaimana hukum syariat serta bagaimana implementasi dari penggabungan kedua akad tersebut di Indonesia? Mari kita bahas.Â
Dalam mempertimbangkan akad dan berbagai ketentuannya, suatu produk perbankan syariah dapat dinilai untuk memenuhi prinsip syariah. Dalam bukunya "Al-Ijarah al-Muntahiya bi Al-Tamlik fi Al-fiqh Al-Islam", Fahd al-Hasun mengatakan bahwa "Ijarah Muntahiya bi Al-Tamlik" berarti memiliki manfaat suatu barang dalam jangka waktu tertentu dan memberikan kepemilikan barang tersebut kepada penyewa dengan pengganti tertentu. Sementara dalam Pasal 19 ayat (1) huruf Undang-Undang Perbankan Syariah No.21 Tahun 2008 mendefinisikan Ijarah Muntahiya bi Al-Tamlik sebagai akad penyediaan dana untuk memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa melalui transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.
Ijarah Muntahiya bi Al-Tamlik adalah salah satu produk usaha bank syariah atau Lembaga Keuangan Syariah yang diimplementasikan berdasarkan prinsip syariah. Bukti dari pernyataan tersebut karena atas dasar kesepakatan hukum dari fatwa DSN MUI yang menyatakan bahwa dalam Al-Qur'an dan Hadits, ijarah memiliki landasan yang kuat sebagai transaksi yang bersifat saling membantu atau tabarru. Pada salah satu hadist yang menjadi landasan atau dasar pedoman fatwa DSN MUI yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi "Dari Amr bin Auf dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulallah saw bersabda: Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat-syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram." (HR. Tirmidzi). Hadist tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya semua jenis transaksi boleh dilakukan kecuali terdapat bukti yang mengharamkannya. Menghindarkan mafsadat (kerusakan/bahaya) harus didahulukan daripada mendatangkan kemaslahatan.Â
Hadist lain menyebutkan bahwa "Tidak halal menggabungkan utang dengan jual beli, tidak pula dua syarat dalam jual beli, tidak pula keuntungan tanpa ada pengorbanan, dan tidak pula menjual barang yang tidak kamu miliki." (HR. Ahmad). Jika digunakan untuk delegitimasi IMBT, hadits tentang pelarangan dua akad dalam satu transaksi di atas tidak relevan. Ini karena IMBT pada dasarnya terdiri dari dua akad yang berbeda yang  berdiri sendiri, terpisah oleh waktu yang berkaitan dengan janji kepemilikan. Sedangkan tujuan dari penerapan atau implementasi akad ijarah adalah untuk memberikan fasilitas kepada konsumen yang membutuhkan barang atau jasa dengan pembayaran tangguh. Objektif sewa yang dapat ditawarkan termasuk Properti, kendaraan, dan berbagai jasa (pendidikan, kesehatan, karir, dll.)
Kesimpulan dari opini di atas adalah bahwa perbankan syariah di Indonesia telah berkembang pesat dengan berbagai produk yang inovatif, termasuk akad hybrid seperti Ijarah Muntahiya Bi Al-Tamlik (IMBT). IMBT menggabungkan unsur sewa menyewa (ijarah) dengan jual beli (murabahah) atau hibah di akhir masa sewa. Menurut Fatwa DSN MUI, IMBT adalah perjanjian sewa yang diakhiri dengan opsi untuk menyerahkan kepemilikan properti kepada penyewa. IMBT digunakan oleh bank syariah untuk berbagai jenis pembiayaan, dan penggabungan akad ini dianggap sah dan sejalan dengan prinsip syariah. Produk ini memenuhi prinsip syariah karena didasarkan pada Al-Qur'an dan Hadits, serta fatwa DSN MUI yang mengakui ijarah sebagai transaksi yang bersifat membantu. Hadits menunjukkan bahwa semua transaksi diperbolehkan kecuali yang jelas-jelas diharamkan, dan IMBT dinilai tidak melanggar prinsip tersebut. Implementasi IMBT memberikan kemudahan bagi konsumen untuk memperoleh barang atau jasa dengan pembayaran tangguh, sesuai dengan tujuan akad ijarah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H