Mohon tunggu...
Amril Arifin
Amril Arifin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Panggung

2 Juli 2016   02:31 Diperbarui: 2 Juli 2016   02:51 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu waktu ditahun 1992, atas ajakan senior saya diajak untuk ikut mementaskan Opera Siti-Simin, yang sama sekali tidak disangka jika akhirnya saya yang menjadi pemeran utama, ceritanya klasik, tema cinta antara dua remaja dengan segala romantismenye; Opera yg disutradarai oleh Bahar Merdu ini sukses dan menuai pujian, selain mendapatkan apresiasi langsung dari kepala sekolah, tiba-tiba menjadi artis sekolah; pengalaman itu menyeret saya bergabung dengan teater dan menikmati pentas dari panggung ke panggung. Panggung kemudian menjadi suatu candu waktu itu, ada yang berbeda ketika sorotan cahaya lighting berfokus padamu dan seluruh pasang mata memperhatikanmu berakting dan berbicara, look at me this is my show, begitulah candu nya.

Memasuki Dunia Kampus dan Kemahasiswaan, saya mendapatkan pandangan baru; sebagai Pengurus serta Presidium di HMI, HMJ, dan BEM, tentunya turut memberikan warna yang berbeda tentang "Panggung", ada idealisme yang meluap-luap dan cenderung radikal, seiring datangnya momentum reformasi 1998 telah mengajarkan peran agen perubahan yang bersungguh-sungguh, serius dan sangat dilandasi oleh aspek Keilmuan; gimana mau mengubah sesuatu kalau substansi masalah saja ente tidak kuasai bung?;  yang pasti "Panggung Orasi" didalam dunia itu membuat "Orgasme"; dihiasi kehadiran adik-adik mahasiswi inter/lintas fakultas dalam serunya idiom "Buku, Pesta dan Cinta"; termasuk romantisme Aksi Solidaritas Mahasiswa Unhas pada reformasi 98 yang dengan detail mengirim pesan "Pekik dari seberang lautan yang terjarah"; ah ... panggung dalam dunia ini memang penuh dengan idealisme, sekaligus fase awal memahami panggung yang sebenarnya

*****

Dalam jejak langkah yang berlalu saya semakin memahami bahwa Panggung memang tak jauh dari lagu yg diusung oleh God Bless, "Panggung Sandiwara" bahwa sometimes ada cerita yang mudah berubah; peran wajar; atau peran berpura-pura, adalah peran yg selalu bisa dilakoni oleh siapa saja, itu hal yang biasa dan lumrah dalam mempertahankan atau mungkin bersekutu baca bersinergi merebut panggung.

Panggung memang tidak hanya menawarkan kesenangan, popularitas, tetapi juga kemilau oportunity baik itu kuasa atau bahkan rupiah; maka tidak mengherankan jika panggung senatiasa menjadi rebutan banyak orang. Panggung dalam dunia hiburan menjadi salah satu contoh ramainya serbuan para talent dalam setiap ajang pencarian bakat. Anak-Anak muda belajar untuk membangun mimpi, menjadi populer, idola, dan tentu saja bergelimangan rupiah. Panggung Politik apa lagi, harapan menjadi Kepala Daerah, ORMAS, bahkan sampai Ketua ORW pun telah mengundang para petarung. Setiap bidang, baik Profesional, Olahraga, dan semua aktivitas keseharian disekitar kita, selalu saja menyisakan intrik, galang dukungan, dan dealing mencapai panggung. Menjadi Presiden, Menteri, Ketua PSSI, menjadi Direktur BUMN, Menjadi Rektor atau bahkan Ketua ORW, semua pasti punya cerita.

Dalam prosesnya setiap kandidat, setiap calon, bahkan the audience atau masyarakat tentunya berharap prinsip fairness menjadi nyawa dalam proses pemilihannya; disamping itu faktor individual seperti kompetensi, rekam jejak serta visi-misi para kandidat patut dikedepankan. Selayaknya audience atau pemilih yg cerdas, atau bahkan person para kandidat mampu untuk mengukur dirinya, panggung bukan hanya sesuatu yang harus dimenangkan, tetapi apa yg anda lakukan setelah kemenangan diperoleh?

Beberapa cerita pemenang panggung, yang akhirnya harus meredup sinarnya, karena gagal utk tampil, alih-alih mempertahankan yang sdh ada, atau mempertahankan hasil yg telah dicapai pemimpin sebelumnya, ... yang terjadi malah organisasi semakin jatuh, karena pemimpin yang tidak punya visi yang bagus, jika sudah seperti ini, masihkan the audience bisa terpukau pada wajah ganteng, Kemampuan berbicara (padahal gayana ji), atau janji-janji materialistik? Ah, ... yang ada akhirnya sekedar berbagi kuasa dan rupiah.

Panggung tetaplah Panggung; Memenangkan Panggung sesungguhnya adalah langkah awal, and then ... it's time to show, show your idea, show your plan, and do it ... Plan, Implementation With Good Work, Evaluate and Continuous Improvement ... ah tiba-tiba jadi kangen dengan Panggung Siti-Simin ... !!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun