Mohon tunggu...
Amrifatchul
Amrifatchul Mohon Tunggu... lainnya -

mencari teman untuk berdiskusi, berbagi pemikiran, dan informasi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pengembangan Migas Indonesia: Perlukah Peran Investor Asing?

3 Oktober 2014   01:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:36 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Indonesia merupakan salah satu negera dengan kekayaan migas yang cukup besar. Menurut Laporan Tahunan BP Migas (2010), cadangan minyak bumi Indonesia yang telah terbukti berjumlah 4,23 MMSTB (Million Stock Tank Barrel) dan cadangan gas Indonesia yang telah terbukti berjumlah 108 TSCF (Trillion Standard Cubic Feet), bahkan menurut temuan terbaru (2014), SKK Migas mengaku telah menemukan cadangan potensial baru sebesar 43,7 MMSTB, yang sebagian besar berada di wilayah off-shore (laut dalam).

Apabila dilihat dalam lingkup global, cadangan terbukti minyak bumi Indonesia merupakan 0,4 persen dari seluruh cadangan terbukti minyak bumi dunia dan cadangan terbukti gas alam Indonesia menyumbang 1,6 persen dari seluruh cadangan terbukti gas alam dunia, terbesar 14 di dunia, tepat berada di bawah Republik Tiongkok yang menempati urutan 13. Tidak heran jika migas menjadi komoditas ekspor terpenting Indonesia sejak tahun 1970-an. Bahkan sebelum tahun 2006 Indonesia sempat menjadi pengekspor LNG (Liquified Natural Gas) terbesar di dunia selama hampir tiga dekade.

Besarnya potensi minyak dan gas yang terkandung di bumi Indonesia merupakan peluang emas untuk mewujudkan cita-cita yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu “...memajukan kesejahteraan umum....” yang dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi pada pasal 3.

...bahwa penyelenggaraan kegiatan usaha migas bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara sehingga memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional, dan mengembangkan serta memperkuat posisiindustri dan perdagangan Indonesia agar mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional.

Upaya penyelenggaraan kegiatan usaha migas tersebut tidak lepas dari peran investasi pihak swasta dalam negeri maupun asing pada sektor hulu dan hilir migas.

Sayangnya, investasi di bidang migas Indonesia dinilai belum kondusif oleh banyak investor. Hasil publikasi survey yang dilakukan Global Petroleum Survey (GPS) pada tahun 2010 menempatkan investasi minyak dan gas Indonesia di urutan ke 111 dari 113 negara yang paling diminati investor. Indonesia hanya unggul di atas Timor Leste dan Venezuela. Lebih parah lagi, Frasser Institute-Kanada pada Mei 2013 menempatkan iklim investasi industri pertambangan (termasuk migas) di Indonesia pada posisi 96, atau terburuk diantara negara-negara yang disurvey.

Miris jika menyadari bahwa cadangan minyak dan gas yang begitu besar belum mampu kita manfaatkan (eksploitasi) secara maksimal. Pasalnya, kekuatan militer suatu negara sangat bergantung pada minyak (bahan bakar). Armada perang seperti Tank, Pesawat Tempur, Helikopter, dan alat transportasi perang lainnya sampai saat ini masih menggunakan BBM sebagai bahan bakar. Sebagai ilustrasi, jika Indonesia dan Singapura sama-sama dalam status perang melawan Decepticon, maka cadangan minyak Indonesia hanya mampu bertahan selama kurang lebih 14 hari untukmemenuhi kebutuhan armada perangnya, sedangkan Singapura mampu bertahan selama 80-90 hari. Bagaimana jika penggunaan BBM pada alat tempur dikonversikan menjadi gas atau bahan bakar lain? Tentu hal ini terus diupayakan oleh lembaga penelitian alat tempur Indonesia (PT Pindad), contohnya sudah ada, kapal induk AS yg menggunakan reaktor nuklir (luar biasa!!!). Namun ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan, salahsatunya adalah bahwa konversi penggunaan BBM menjadi bahan bakar alternatif pada peralatan tempur tidak akan semudah dan secepat konversi BBM ke gas yang dilakukan pada masyarakat. Jadi, sangat penting bagi pemerintah untuk segera melakukan eksploitasi migas secara maksimal dalam beberapa dekade yang akan datang.

Percepatan dalam rangka eksploitasi migas Indonesia tidak dapat dilakukan ‘sekonyong-konyong’ oleh pemerintah sendiri, dibutuhkan pihak ke tiga yang memiliki modal besar, teknologi, dan pengalaman yang lebih untuk membantu pemerintah Indonesia. Pasalnya PT Pertamina (Persero) belum mampu untuk melakukan eksploitasi ladang minyak off-shore (laut dalam) secara maksimal. Support tersebut bisa diperoleh dari investor asing. Namun perlu kehati-hatian dalam melakukan kerja sama dengan pihak ke tiga. Jangan sampai Indonesia sebagai tuan rumah ‘malah’ menanggung derita dari kerja sama tersebut. Penyerahan hak untuk melakukan eksploitasi di tanah Indonesia tidak bisa dilakukan begitu saja, Pemerintah harus berpartisipasi aktif, di antaranya adalah dengan cara melibatkan Pertamina secara dominan, menerapkan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang tegas tanpa ‘pasal karet’, dan pemerintah yang alergi dengan KKN. Oleh karena itu, dibutuhkan political will yang kuat dari pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan di bidang energi, khususnya migas, dengan berdasar pada kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial.

*tulisan ini hanyalah opini penulis belaka sebagai salah satu bentuk upaya untuk bertukar pikiran. Silahkan berikan tanggapan, masukan, dan koreksi dari anda. Terimakasih.
Regard, Fatchul Amri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun