Mohon tunggu...
Alexander Thian
Alexander Thian Mohon Tunggu... lainnya -

Sometimes, i'm a shallow guy, but often, i'm a deep thinker. I love stupid jokes, but hate stupid people. Appreciate smart conversation.\r\n\r\nI can easily laugh at myself, laugh with you, or even laugh at you. Humor is one of my best quality. \r\n\r\nMore about me? Well, this page wouldnt fit the stories. Besides, what's the fun in it if you already know everything? The thrill will be gone. Rite? So, dig deeper. You'll be surprised.

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Dodol Betawi ala si Mpok

6 Oktober 2013   23:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:54 2173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1381079537443775177

"Ini apaan, Mpok?" "Mau lo gue ceburin ke sini? Mayan, bisa nambah banyak adonannya." Lalu, semua Mpok-Mpok di situ tertawa-tawa, sementara gue masih belum mengerti apa yang mereka kerjakan. Dua orang Mpok-Mpok berdaster, berkeringat di siang hari, mengaduk-aduk adonan berwarna coklat muda di sebuah panci yang luar biasa besar, sementara itu, di bagian bawah, api membakar lewat kayu-kayu bakar. Mpok-Mpok lain, duduk di bawah pohon jambu besar. Ada yang lagi ngerumpi, ada yang sedang mencari kutu di rambut Mpok lain. Satu kesamaan mereka adalah: mereka semua terlihat gembira sekali. Gue baru saja tinggal di daerah Limo selama beberapa bulan, dan selama itu, gue belum pernah sama sekali melihat para Mpok-Mpok itu membuat apa yang sedang mereka kerjakan di hadapan gue. Si Mpok Mawar (sebut saja begitu namanya), melirik gue yang masih rada bengong. "Di kampung elo pasti kagak ade beginian, kan?!" Jawaban gue hanya cengiran bodoh. Lalu, gue menebak. "Mpok beli ketan dari saya... lalu beli gula merah berpeti-peti. Mpok pasti bikin ... dodol!" "Jiah, mayan juga otak elo. Dasar Cina!" Semuanya lalu terbahak-bahak mendengar celetukan Mpok Mawar. Gue, lagi-lagi nyengir, terbawa suasana hangat dan tawa yang mereka tularkan siang itu. Adonan dodol Betawi mulai mengental. Mpok Mawar mulai capek. Mpok lain lalu menggantikan tugasnya mengaduk-aduk adonan dodol. Makin lama, adonan itu makin kental. Gelembung meletup-letup di adonan coklat muda yang makin lama makin berubah warnanya menjadi coklat tua. Selama proses mengaduk ini, mereka sama sekali tak mengeluh. Malah yang gue dengar, celetukan khas orang Betawi yang ceplas-ceplos, lucu, dan spontan kerap keluar dari mulut mereka, ditimpa dengan suara tawa. Macam-macam yang mereka obrolkan. Dari keadaan kampung, kepada siapa saja mereka akan menjual dodol, bagaimana mereka akan membagi dodol itu, dan segala macam obrolan yang pasti akan membuat siapapun yang mendengarkan terkekeh. Menurut Mpok Mawar yang selonjoran di samping gue, dodol ini untuk keperluan pernikahan salah seorang keponakannya, yang akan menikah dengan pemuda kampung sebelah. Sebagai orang Betawi, memang sudah menjadi tradisi sejak zaman dulu untuk membuat dodol setiap ada peristiwa penting seperti pernikahan, atau untuk menyambut Idul Fitri. Mpok Mawar menambahkan, yang mengaduk dodol biasanya perempuan, dan syarat utamanya, perempuan itu tidak boleh sedang mens. "Lho, memangnya kenapa, Mpok?" "Kalo ada yang lagi dapet, elo ngaduk sampe tahun depan juga kagak bakalan kentel itu dodolnya. Gak bakalan jadi!" "Hah?! Seriusan, Mpok?! Ah, gak percaya!" "Gini, dah! Elo lagi mens, gak? Aduk noh, dodolnya." "YEEEE! GUE KAN LAKI, MPOK!" "Lah sapa tau elo laki tapi bisa mens!!" Mpok-Mpok lain kembali terbahak melihat gue di-"bully" oleh Mpok Mawar. Gue lagi-lagi, cuma bisa ikut tertawa. Senang rasanya melihat mereka begitu akrab mengerjakan satu pekerjaan berat. Untuk mencapai kematangan yang 'pas', adonan dodol harus diaduk selama lebih dari lima jam. Dan selama itu pulalah, mereka mengerjakannya bergantian, tanpa kenal lelah, menggunakan pengaduk yang mirip dayung sebuah sampan. Gue terkesan oleh kerjasama Mpok-Mpok ini. Sangat Indonesia. Bergotong royong, dan tentunya, bersenang-senang. Malam menjelang. Dodol yang diaduk dari siang sudah jadi, sudah didinginkan, dan sudah dimasukkan ke berbagai wadah. Mpok Mawar datang ke warung gue, dan memberikan sepiring kecil dodol Betawi buatannya. "Nih, elo cobain! Dodol Betawi asli! Diaduk sama emak-emak di sini, kagak pake emak-emak yang lagi emens!" Gue tertawa seraya mencoba dodol itu. Dan ... rasanya luar biasa. Kegurihan, kelembutan, keharuman dan kekenyalan yang pas berpadu di lidah, membuat gue ingin makan lagi, dan lagi. I love dodol Betawi! Artikel ini dibuat untuk mengikuti lomba dari Indonesia Travel.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun