Plesiran Tempo Doeloe
Halmahera-Morotai Day-2 : Pulau Halmahera, Sindangoli, Pantai Sosol- Malifut, Bangkai Kapal Perang Tosimaru, Meriam Jepang di Kao
Minggu, 24 Oktober 2012
Pulau Halmahera
Pukul delapan teng, setelah sarapan bubur ayam dan ngopi di hotel para peserta sudah siap di lobby hotel untuk menuju ke speedboad yang telah menunggu di dermaga, yang lokasinya ada di seberang hotel dengan berjalan kaki, berjarak hanya sekitar 30 meter dari hotel, dengan tujuan Pulau Halmahera. Sebagian barang bawaan peserta dititipkan di salah satu kamar hotel, karena tas/koper yang akan dibawa ke speedboat dikurangi untuk menghemat space di speedboat yang memang kecil dan ramping berkapasitas 40 orang per speedboat. Pelayaran ke Halmahera dari Ternate ditempuh dalam waktu 45 menit, dan speedboat mendekat ke Dermaga Sindangoli di Pulau Halmahera. Di daratan telah menunggu 4 Bus Damri non-AC, dengan kapasitas masing-masing bus adalah 22 seats (atau lebih yah?), yang salah satu bus digunakan untuk khusus pengangkat barang/tas.
Maklum barang bawaan peserta yang hampir mencapai berpuluh-puluh potong ditambah life-jackets, memerlukan 1 bus khusus barang. Pak Amran segera membagikan masker ke setiap peserta untuk antisipasi karena seminggu sebelum berangkat dari Jakarta, di Metro TV disiarkan adanya debu letusan Gunung Api Dukono yang mengakibatkan semua pengendara sepeda motor dan masyarakat yang beraktifitas di Kota Tobelo menggunakan masker. Gunung dengan ketinggian 1185 m tersebut, merupakan salah satu gunung berapi yang paling aktif di Indonesia. Ternyata belakangan kekhawatiran tersebut tidak terjadi, Alhamdulillah.
Sindangoli - Tobelo
Perjalanan sepanjang jalur Sindangoli ke Tobelo yang berjarak sekitar 180 km ditempuh sekitar 6 jam dengan berhenti di beberapa tempat. Yang juga diluar perkiraan kami adalah angkutan antarkota di Pulau Halmahera ini didominasi oleh kendaraan mini yang bagus-bagus, seperti Suzuki X-Over, Xenia, Yaris, Jazz, Avanza, Innova dan Rush, demikian juga kondisi jalan raya beraspal sangat mulus sekali, hanya sedikit yang rusak ringan, sehingga bus yang non-AC tidak begitu dirisaukan peserta karena di sebelah kiri jalan adalah kehijauan hutan dan sebelah kanan jalan adalah pemandangan laut berlatar belakang gugusan pulau-pulau kecil, laut yang tenang dengan angin laut yang semilir.
Pantai Sosol, Malifut, Bangkai Kapal Perang Tosimaru
Makan siang di RM.Malifut Indah yang enak tenan dengan pelayanan pramusajinya yang ramah. Tentu saja lagi-lagi ikan dan kali ini dilengkapi dengan sate ayam dan tentu saja sambel dhabu-dhabu. Setengah jam perjalanan kami berhenti di Pantai Sosol, Malifut, untuk mengabadikan bangkai kapal logistik/cargo atau menurut beberapa sumber adalah kapal pengangkut amunisi perang Jepang beserta Tentara Jepang, yang ditenggelamkan Sekutu pada Perang Dunia II yang lalu. Kedatangan kami dengan rombongan besar sempat mengagetkan penduduk setempat sehingga mereka -terutama- anak-anak ikut berbaur dengan kami. Sesi foto-foto dengan latar belakang Kapal Jepang "Tosimaru", sangat menarik dan merupakan kesan yang dapat membangkitkan nostalgia bagi peserta yang sudah berumur lebih tua, betapa dahsyatnya dan kejamnya perang. Hampir 1 jam kami berada di Pantai Sosol tsb, perjalanan dilanjutkan kembali menuju Bandara Kao.
Meriam Jepang di Kao
Kira-kira pukul 3 sore kami sampai di Bandara Kao. Bandara ini tidak setiap hari digunakan karena hanya ada penerbangan regular dari Manado - Tobelo 2x seminggu, itupun biasanya ada setiap hari Senin dan Rabu (?). Pada saat kunjungan kami kebetulan tidak ada penerbangan. Maka dengan izin dari para petugas jaga Bandara Kao kami bisa memasuki area dalam bandara. Tujuan kami adalah bekas meriam penangkis serangan udara peninggalan Jepang yang masih kelihatan mendongak ke atas seperti tengah menanti datangnya pesawat musuh (Amerika), terletak tidak jauh dari ujung runway bandara yang untuk mencapai lokasinya diperlukan perjuangan menempuh jalan setapak dipenuhi tumbuhan belukar dan alang-alang, duri-duri halus tumbuhan yang cukup mengganggu. Ada 4 bekas meriam penangkis serangan udara yang letaknya berjarak sekitar seratus meter dari meriam pertama yang kami jumpai. Pada masa Perang Dunia II, Kao merupakan salah satu pangkalan penting Militer Jepang, yang menampung sekitar 60.000 anggota pasukan perang. Tentu saja kamera peserta tidak hentinya beraksi mengabadikan moment yang jarang tersebut. Kembali ke runway yang panjangnya lebih dari 2000 meter tersebut, seolah-olah milik Batmus karena tadinya para peserta yang masih jaim, sekarang berubah menjadi seperti histeria saking gembiranya.
Berbagai gaya dan aksi foto diabadikan mulai dari gaya terbang, melayang, bahkan tidur di runway tersebut. Yang lucunya lagi, ketika semua sudah naik ke bus yang ngetem di ujung landasan, serempak ke 4 bus berjajar dan melaju bersama-sama, seakan-akan mau take off di runway yang sepi tersebut. Di pertengahan runway, bus kembali berhenti, tepatnya di dekat apron dan terminal bandara. Disini ada sebuah bunker peninggalan bala tentara Jepang pada PD II yang masih terpelihara. Beberapa peserta memasuki bunker dan yang lainnya pada mengaso, foto-foto tiada henti bahkan berjoget diiringi lagu dangdut dari speaker sound system kualitas bagus yang ada di salah satu bis. Yah sekedar melepaskan kepenatan.
Tobelo
Kami kemudian berpamitan dengan para petugas yang baik hati, dan meneruskan perjalanan ke Tobelo. Namun di perjalanan salah satu bus kami kempes ban dan kebetulan di lokasi yang menyusur pantai tersebut ada sebuah bangunan pier/dermaga kapal yang sepertinya jarang disinggahi kapal, karena suasana sangat sepi. Dermaga ini seperti baru dibangun beberapa tahun yang lalu karena kondisinya masih kelihatan baru. Hampir semua peserta berjalan kaki ke dermaga hanya sekedar bersantai dan foto-foto sambil menikmati pemandangan laut dan gunung disekitarnya, yang asri dan mempesona. Laut yang bersih, angin sepoi-sepoi dan wajah-wajah ceria peserta menambah asyiknya perjalanan yang baru saja dimulai. Kami juga asyik menyaksikan anak-anak kecil berlompatan ke laut dari dermaga, mendemonstrasikan kepiawaian mereka berenang. Beberapa peserta tidak tahan untuk tidak merogoh kantong untuk diberikan ke anak-anak tersebut sebagai tips dan diterima mereka dengan melongoh dan bengong karena tidak menyangka mendapat rezeki yang tidak mereka impikan sebelumnya.
Hari telah menjelang senja ketika kami sampai di Tobelo. Makan malam di RM. Pondok Indah, diselingi oleh nyanyian merdu dari Bu Ninik (a.k.a Mama Oen), Bu Bambang, Bu Vera, Oma Anna dan Oma Yekti, suasana tetap cair meski seharian dalam perjalanan, lalu kemudian kami menuju hotel. Kami menginap di 3 hotel yang kondisinya cukup bagus untuk ukuran Tobelo yaitu: Hotel Juliana Inn, Hotel Bianda dan Hotel Elizabeth Inn. Dan tepaaaar....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H