Plesiran Tempo Doeloe
Bengkulu-Pagar Alam-Palembang
Day-4 : Kota Palembang, Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, Bukit Siguntang, Museum Sultan Mahmud Badaruddin II
26 April 2009
Kota Palembang
Selesai sarapan pagi rombongan sudah siap-siap menaiki bus lagi. Semua anggota rombongan memakai kaus PTD yang didesain cukup bagus termasuk dipakai oleh anak-anak manis Zidane dan Nayla. Kota Palembang ini termasuk kota yang di musim kemarau sekarang ini berudara panas. Ada yang nyeletuk bahwa kota Palembang mempunyai 2 matahari saking panasnya. Bapak Budi memandu kami selama di Pagar Alam dan Palembang. Menurut pak Budi dan dari buku panduan nama Palembang berasal dari kata Limbang yang berarti mendulang emas. Menurut cerita, Palembang menjadi kota yang makmur karena emas yang terkandung di Sungai Musi. Pada masa kerajaan Sriwijaya di abad ke 7-13 masehi kota Palembang bernama Swarna Dwipa yang berarti Pulau Emas dan terkenal pula sebagai pusat pendidikan dan ilmu pengetahuan mengenai agama Budha di Asia Tenggara. Kota ini pun terkenal dengan kekuatan maritim yang disegani serta menjadi pusat perdagangan yang didatangi oleh para pedagang Parsi, Arab, India dan Cina yang ramai datang kesini.. Kelak kedatangan mereka menimbulkan transformasi budaya. Kita sering melihat teman-teman dari Palembang yang mirip Cina, berkulit kuning, bermata sipit, namum mereka beragama Islam yang taat. Setelah berjaya selama 3 abad, pada abat ke-11 Sriwijaya diserang kerajaan Cola yang menjadi titik awal kemerosotan Sriwijaya dan akhirnya runtuh menjadi wilayah-wilayah kecil yang di kuasai bajak laut hingga kedatangan VOC. Baru pada abat ke-18 muncul Kerajaan Islam di Palembang yang bertempat di tepi sungai Musi yang salah satu sultan dinasti ini adalah Sultan Mahmud Badaruddin II.
Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya
Palembang merupakan salah satu kota tua di Indonesia dan mempunyai banyak sekali peninggalan sejarah masa lalu. Salah satu yang kami kunjungi adalah Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya yang terletak di daerah Karang Anyar. Taman ini dibangun di atas situs arkeologi Karang Anyar yang didasari konsep-konsep pelestarian dan pemanfaatan peninggalan purbakala. Mungkin karena kepagian sampai di taman ini, sehingga kami mendapati pintu gerbang taman masih terkunci dan para karyawannya belum datang. Setelah menunggu sekitar setengah jam maka rombongan kami mulai memasuki taman yang cukup luas. Menurut Pak Budi dan juga brosur pariwisata yang kami peroleh dari Dinas Pariwisata Sumatera Selatan, situs Karang Anyar merupakan bangunan air yang penting pada masa awal Kerajaan Sriwijaya dan ditemukan juga sisa-sisa bangunan bata, fragmen-fragmen, gerabah, kramik, sisa perahu dan benda-benda sejarah lainnya. Didalam lokasi taman ini terdapat 3 gedung utama yang dibangun pada tahun 1990-an. Gedung pertama adalah gedung Museum yang menyimpan arkeologi peninggalan Sriwijaya. Kami sangat mengagumi koleksi benda-benda bersejarah yang ditata secara rapi dan lengkap dengan informasi pada setiap benda-benda yang di-display. Gedung ke dua adalah gedung Pendopo Agung untuk keperluan pameran-pameran, seminar, dll. Kemudian gedung yang ke tiga adalah gedung Prasasti yang menyimpan replika prasasti Kedukan Bukit yang menjadi tonggak berdirinya kerajaan Sriwijaya. Terdapat pula replika Talang Tuo dan prasasti Karang Birahi. Hampir satu jam mengelilingi taman purbakala ini dan setelah puas berfoto kami melanjutkan plesiran ke Bukit Siguntang.
Bukit Siguntang
Dari taman perbakala Sriwjaya kami menuju tempat plesiran kedua yaitu ke Bukit Siguntang. Perjalanan sekitar ½ jam dan kami sudah parkir di taman yang berbukit tsb. Pada zaman kerajaan Sriwijaya, Bukit Siguntang konon kabarnya merupakan tempat suci bagi penganut agama Buddha. Lokasi yang berbukit ini ditumbuhi banyak pohon pelindung sehingga para peserta dapat berjalan kaki dengan santai menuju keatas puncak bukit dimana terdapat kuburan kuno yang dikeramatkan penduduk, antara lain makam Sigentar Alam.
Museum Sultan Mahmud Badaruddin II
Museum Sultan Mahmud Badaruddin II ini terdapat di pusat kota yang menghadap ke sungai Musi dan berada disebelah barat dari ujung utara jembatan Ampera. Bangunan museum ini dibuat oleh Belanda pada tahun 1823 dilokasi bekas Istana Sultan Palembang yang memiliki perpaduan arsitektur tradisional Melayu dengan arsitektur Belanda. Museum ini bertaman luas dan di depannya terdapat pelabuhan ferry ke berbagai tujuan . Banyak terdapat koleksi-koleksi yang sangat bernilai tinggi yang mencerminkan budaya khas Sumatera Selatan. Salah satu koleksi museum adalah perabotan tradisional Kesultanan Palembang. Kami sedikit kecewa karena menurut itinerary yang telah disebarkan kepada peserta kami akan mengunjung benteng terkenal di Palembang yaitu Benteng Kuto Besak. Akan tetapi, in the last minute kami mendapat pemberitahuan bahwa kami tidak diizinkan memasuki areal benteng karena tidak mendapat izin dari Kodam II Sriwijaya yang menempati benteng tsb sebagai markas mereka walaupun kami sudah mengirim surat jauh-jauh hari sebelumnya untuk mendapatkan izin. Kami hanya diperbolehkan melihat-lihat benteng tsb dari luar saja. Yah sudahlah, kejadian ini mirip dengan pengalaman kami waktu PTD yang pertama ke Ambon dan Banda Neira pada tahun 2007 dimana kami juga tidak diizinkan masuk ke benteng Victoria yang terletak di tengah kota Ambon yang menjadi markas Kodam Pattimura. Untunglah pada PTD Ambon dan Banda Neira ke-2 tahun 2008 kami berhasil masuk Benteng Victoria gara-gara pak Liliek Suratminto yang ikut bersama rombongan mempunyai bekas mahasiswanya yang bekerja di sini.
Benteng Kuto Besak
Benteng Kuto Besak ini menurut pemandu lokal dan dari brosur yang kami peroleh dibangun pada tahun 1780 dan selesai dalam 17 tahun. Pemrakarsa pembangunan benteng ini adalah Sultan Mahmud Badaruddin 1 (1724-1758). Benteng ini mempunyai ukuran 288 meter dan lebar 183 meter dan tinggi 10 meter. Pembangunan benteng dimaksudkan untuk menahan serangan pasukan Belanda yang berulang kali mencoba menguasai Palembang. Selesai mengunjungi Museum Sultan Mahmud Badaruddin II dan Benteng Kuto Besak hari sudah menjelang siang dan kami menuju Restoran Kemangi untuk makan siang, sholat lohor dan beristirahat sejenak. Pada siang inilah kami merasakan panasnya bumi Sriwijaya yang lebih panas dari Jakarta. Acara terakhir di Palembang apalagi kalau bukan membeli oleh-oleh khas Palembang berupa pempek, lempok durian, kerupuk ikan dan oleh-oleh lainnya.
Penutup
PTD Bengkulu-Pagar Alam-Palembang kali ini sukses dilaksanakan tanpa ada hambatan yang berarti. Pukul 18.30 malam kembali ke Jakarta dengan penerbangan selama 50 menit. Di bus yang menuju Airport Sultan Badarudddin II diadakan undian doorprize berupa baju kaos PTD. Pemenangnya gampang ditebak yaitu Nayla dan Zidane, karena memang ukuran kaosnya yang kecil. Kami terharu melihat tingkah bocah-bocah ini yang kegirangan menerimah hadiah dari Ninta dan Adep. Sesampai di Jakarta, beres-beres bagasi, kemudian kami berpamitan cipika-cipiki dan say good bye sampai bertemu pada PTD Batmus berikutnya. Terima kasih panitia sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu suksesnya PTD ini. Terima kasih pada Mas Sugianto dari Lion Air, yang membantu urusan tiket pesawat, Bp Agus dari Bengkulu, Bp Budi dan Bp Nurhadi yang adalah para arkeolog dari Sumatera Selatan serta Elin anggota Batmus Palembang,. Juga terima kasih pada driver kami yang sabar yaitu mas Bambang dan Oon serta ibu Ida dari SAN Travel. Special thank you untuk keluarga kami yang bermukim di Bengkulu yaitu Ibu Sunarti, dan kedua putri mereka: Fifi dan Ira yang telah banyak membantu kami baik pada waktu survey maupun pada waktu pelaksanaan PTD ini.
Jakarta, 1 Juni 2009
Penulis
Drs. Amran Rusid. MCom
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H