Pemerintah telah mulai mendistribusikan 3 juta vaksin Sinovac yang dibeli dari Tiongkok. Rencananya, vaksinasi akan dilakukan pada 13 Januari 2021. Meskipun, hingga hari ini vaksin "Jokowi" tersebut belum memiliki izin edar persetujuan penggunaan darurat/ Emergency Use Authorization (EUA), izin edar BPOM, dan sertifiksi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Pada Juli 2020 lalu, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menyebut prioritas vaksin akan diberikan kepada kelompok rentan, yakni kelompok usia lanjut. Alasannya pun logis. Menurut anggota tim Komunikasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, dr Reisa Broto Asmoro, alasan vaksin diutamakan bagi kelompok rentan dikarenakan kelompok ini rata-rata memiliki penyakit penyerta atau komorbid. Oleh sebab itu, kelompok ini sangat memerlukan dan prioritas untuk mendapatkan vaksin.
Namun, dikala gegap gempita pemerintah mendatangkan 3 juta vaksin Sinovac dari Tiongkok dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyatakan kesiapan untuk menjadi orang pertama untuk divaksin, Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin diketahui tidak ikut divaksin bersama Jokowi. Kenapa?
Alasannya cukup mengejutkan. Pernyataan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pada pertengahan 2020 lalu dipatahkan oleh juru bicara Wapres Ma'ruf Amin, Masduki. Menurutnya, Ma'ruf tak ikut disuntik dikarenakan usianya yang sudah lanjut.
"Karena Pak Wapres berusia di atas 60 tahun, jadi beliau tidak memungkinkan untuk divaksin dengan vaksin yang ada sekarang, yang Sinovac itu," terang Masduki, seperti dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (5/1/2021).
Pernyataan jubir wapres ini tentunya menimbulkan tafsir yang beragam. Ada apakah dengan "vaksin yang sekarang"?
Tafsir kecurigaan publik ini tentunya sangat beralasan. Penetapan tanggal pelaksanaan vaksin sebelum adanya izin EUA, izin BPOM, dan sertifikasi halal MUI dikesankan publik sebagai upaya pemerintah untuk menekan BPOM agar segera mengeluarkan izin. Seperti yang diketahui bersama, segala sesuatu yang dilakukan dengan terburu-buru, tentu saja hasilnya tak maksimal.
Apalagi berbagai pandangan teori konspirasi dengan mudah "dilahap" oleh masyarakat awam. Ada salah satu pandangan teori konspirasi yang mengatakan Covid-19 adalah cara elite global untuk membuat satu generasi menjadi bodoh dan vaksin adalah salah satu jalannya.
Sebenarnya, pandangan keliru dari pelaku teori konspirasi ini bisa dibantah pemerintah dengan cara transparansi dan keterbukaan informasi. Selain itu, taat asas dan taat prosedural juga merupakan langkah antisipatif yang bisa ditempuh pemerintah untuk menghindari asumsi negatif publik.
Apakah "keengganan" Wapres Ma'ruf untuk divaksin merupakan representasi kekhawatiran publik terkait proses vaksinasi yang akan dilaksanakan pada 13 Januri 2021 mendatang?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H