Mohon tunggu...
Amran Ibrahim
Amran Ibrahim Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pencatat roman kehidupan

iseng nulis, tapi serius kalau sudah menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Poyuono Membangkang dan Jadikan Gerindra Kapal Perompak

19 Mei 2019   00:45 Diperbarui: 19 Mei 2019   00:57 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Arief Poyuono, seorang kader Partai Gerindra yang ternyata tidak benar-benar arif menyikapi hasil pemilu. Sedikit membahas Poyuono di awal, ia adalah Dewan Pendiri The Institute Indonesia Development Monitoring (IDM) yang menyatakan Megawati-Prabowo unggul atas petahana SBY-Budiono di Pemilu 2009. Poyuono juga diketahui merupakan pemilik atau penyandang dana Indonesia Network Election Survei (INES) yang mengklaim kemenangan Prabowo-Hatta atas Jokowi-JK di Pemilu 2014.

Kini, di Pemilu 2019, Poyuono kembali mengklaim kemenangan Prabowo-Sandi berdasarkan hasil lembaga survei independen yang namanya dirahasiakan. Dengan merahasiakan lembaga surveinya, Poyuono dengan bebas menyerang lembaga survei yang terakreditasi Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (PERSEPI). Dengan demikian, Poyuono sebenarnya telah mengangkangi kaidah ilmu pengetahuan yang seharusnya dapat diuji dan dibuktikan kebenarannya.

Terlepas dari 'gatot' (gagal total) jualan survei abal-abal Poyuono, yang lebih menarik di Pemilu 2019 kali ini adalah pembangkangan dan pembajakan Poyuono atas partai berlambang kepala garuda ini. Pembangkangan yang dilakukan Poyuono pertama adalah saat ia mengolok Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai 'anak boncel'. Pernyataan Poyuono yang membuat riak di tubuh koalisi Adil Makmur langsung mendapatkan teguran keras Prabowo Subianto dan memintanya untuk segera mencabut pernyataannya dan meminta maaf. Namun, dengan tegas Poyuono tidak mengindahkan teguran ketua umumnya.

Merasa nyaman dengan pembangkangannya kepada Prabowo, Poyuono kembali membangkang dengan cara 'mengusir' Demokrat dari Koalisi Adil Makmur. Seharusnya, jika Poyuono seorang pemain survei yang profesional, ia seharusnya tahu seberapa besar peranan Demokrat di Koalisi Adil Makmur. Pertama, Partai Demokrat dan sosok Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mempunyai basis massa pendukung yang loyal. Kedua, Partai Demokrat mempunyai rekam jejak kesuksesan selama 10 tahun berkuasa. Ketiga, yang paling penting adalah kontribusi besar Partai Demokrat dalam memberi gagasan dan strategi pemenangan Prabowo-Sandi.

Memboyong Demokrat ke koalisi 02 sebenarnya bak mendapatkan paket 3 in 1. Boyong Demokrat tidak hanya mendapatkan limpahan elektoral dari sosok SBY, tapi juga limpahan elektoral dari AHY yang mempunyai popularitas lebih tinggi daripada cawapres yang berkompetisi saat ini. Selain itu, amunisi yang tidak kalah berharganya pagi perjuangan 02 adalah semangat juang yang tinggi komunikator ulung politik Demokrat seperti Sekjen Demokrat Hinca Pandjaitan, Jansen Sitindaoan, Ferdinand Hutahaean, Rachland Nashidik, Andi Arief, dan banyak lainnya.

Sikap pembangkangan yang ditunjukkan Poyuono membuat elite gerindra mengurut dada dan menahan malu dihadapan koalisinya. Pernyataan-pernyataan Poyuono yang kerap merusak persatuan dan kekompakan koalisi 02 dianggap bukan sikap Gerindra. Namun, sikap 'lembek' Gerindra yang tidak kunjung memberikan sanksi tegas dimanfaatkan oleh Poyuono.

Usai mengacak-ngacak wajah Prabowo dihadapan koalisi yang dibangunnya, kini Poyuono berupaya membajak Gerindra dan menjadikannya bajak laut/perompak dengan ajakan menolak membayar pajak jika Prabowo-Sandi kalah. Siapa yang diuntungkan di balik gerakan menolak bayar pajak ini? Tentunya para pengusaha besar, cukong-cukong yang sebangsa dan senenek-moyang dengan Poyuono. Inilah mental bajak laut/perompak, yang gemar bersenang-senang di atas penderitaan orang lain.

Poyuono lupa, jalan yang digunakannya, sekolah, rumah sakit, air, listrik, seluruh aparat termasuk DPR, dan partai politik juga mendapakan anggaran dari APBN yang diterima dari pajak. Bahkan, mungkin serikat pekerja yang dipimpinnya juga kerap mendapatkan bantuan dana (berasal dari pajak) dari pemerintah.

Selain itu, membayar pajak merupakan bentuk kecintaan kepada negara dan telah diatur undang-undang. Jika hari ini Poyuono mengajak untuk tidak membayar pajak, maka selain perompak ia juga merupakan orang yang tidak cinta dan loyal kepada NKRI. Oleh sebab itu, pulangkan saja ia ke negeri asal nenek moyangnya.

Akankah Prabowo yang seorang patriot akan bergabung dengan misi perompakan Poyuono? Atau Prabowo menyerah dan membiarkan partai nasionalis berlambang kepala garuda ini jatuh kepada perompak Poyuono? Atau sebaliknya, Prabowo yang mantan seorang perwira TNI dengan semangat nasionalisme-nya akan menghajar dan membinasakan perompak seperti Poyuono? Menarik untuk disimak kelanjutannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun