Setelah sempat ditunda, akhirnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyampaikan tuntutannya terhadap terdakwa kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). JPU menuntut Ahok dengan kurungan satu tahun penjara dan hukuman percobaan selama dua tahun. Banyak yang terhenyak dengan tuntutan JPU, karena sangat jauh dari perkiraan dan muncul dugaan adanya intervensi dari Jaksa Agung, yang merupakan kader partai Nasdem (Partai pendukung Ahok dan pemerintahan Jokowi).
Berikut ini ada beberapa keanehan dalam perjalanan kasus Ahok.
1. Jaksa Tidak Konsisten
Saat menyerahkan berkas perkara ke pengadilan, Kejaksaan hanya membutuhkan waktu hitungan jam. Ini berarti Jaksa sangat yakin dengan materi tuntutan mereka, kalau tidak tentu akan butuh perbaikan atau tidak sampai ke pengadilan. Penilaian ini sesuai dengan ucapan JPU pada tanggal 4 April 2017, saat itu JPU mengaku telah memiliki strategi sendiri untuk dapat membuktikan bahwa Ahok telah melakukan penodaan agama. Sebab, jika mereka tidak memiliki amunisi tersebut, berkas perkara ini tidak akan sampai di pengadilan.
"Kita punya konsep sendiri. Kalau kita kesulitan, ya kita kan tidak melimpahkan perkara ke pengadilan. Kita siap (buktikan Ahok bersalah)," kata Ketua JPU Ali Mukartono.
2. Jaksa Pernah Sebutkan Ucapan Ahok Bisa Timbulkan Perpecahan
Dalam sidang pada tanggal 20 Desember, jaksa menilai pembelaan atau penafsiran yang dilakukan Ahok dengan menuduh adanya oknum politisi busuk yang memanfaatkan surat Al Maidah ayat 51 untuk kepentingan politik justru bisa memecahbelah kehidupan berbangsa.
"Pernyataan Saudara Terdakwa yang mengatakan surat Al Maidah 51 digunakan oleh para politisi busuk untuk kepentingan politik justru bisa memunculkan perpecahan umat,"
ujar jaksa.
Jaksa juga menganggap terdakwa Ahok menempatkan dirinya orang yang paling benar dan paling mengetahui persoalan Surat Al Maidah ayat 51. Sehingga, Ahok bisa menyampaikan penafsiran sesuai pemahamannya.
Dari pernyataan jaksa tersebut, sudah sangat jelas kalau jaksa menilai kalau Ahok sudah berpotensi merusak persatuan dan kejadian ini berulang dilakukan. Karena dalam persidangan lainnya, jaksa juga menyampaikan kalau buku Ahok yang diterbikan pada tahun 2008 juga berpotensi memecah belah. Kan menjadi aneh jika pada akhirnya tuntutan jaksa tidak sekeras saat awal persidangan.