Lihat ke Halaman Asli

Zytka Carissa

Mahasiswa

Perempuan dalam Politik Indonesia: Menyuarakan Kesetaraan di Tengah Budaya Patriarki

Diperbarui: 11 Juni 2024   12:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

AntaraNews

Sejak Indonesia merdeka, peran perempuan dalam politik telah mengalami transformasi yang signifikan. Perempuan Indonesia telah lama berjuang untuk mendapatkan tempat yang layak dalam dunia politik, dan meskipun kemajuan telah dicapai, tantangan tetap ada. Dalam artikel ini, saya akan menganalisis representasi perempuan dalam politik Indonesia dan berbagai tantangan yang mereka hadapi.

Sejarah Singkat Peran Perempuan dalam Politik Indonesia

Partisipasi perempuan dalam politik Indonesia dimulai pada masa perjuangan kemerdekaan. Tokoh-tokoh seperti R.A. Kartini, Dewi Sartika, dan Cut Nyak Dien adalah contoh perempuan yang memperjuangkan hak-hak perempuan dan kemerdekaan bangsa. Namun, setelah kemerdekaan, partisipasi politik perempuan masih sangat terbatas.

Baru pada masa Reformasi tahun 1998, ketika tuntutan akan demokrasi dan kesetaraan gender semakin tinggi, peran perempuan dalam politik mulai mendapatkan perhatian lebih serius. Sejak saat itu, sejumlah regulasi dan kebijakan dibuat untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik, termasuk undang-undang yang menetapkan kuota minimal 30% perempuan dalam daftar calon legislatif (Sumber: UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD)

Representasi Perempuan dalam Politik Indonesia

Secara kuantitatif, representasi perempuan dalam politik Indonesia menunjukkan tren yang meningkat. Pada pemilu 2024, jumlah perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mencapai 22,1% atau 128 kursi dari 580 kursi DPR. Angka ini naik 1,6% dari pemilu 2019 (Sumber: Perludem.org). Meskipun masih jauh dari target 30%, angka ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran akan pentingnya representasi perempuan.

Selain itu, Indonesia juga mengukir sejarah dengan terpilihnya Megawati Soekarnoputri sebagai presiden perempuan pertama pada tahun 2001. Kepemimpinan perempuan di berbagai posisi strategis, seperti gubernur, bupati, dan walikota, juga mulai terlihat, meski jumlahnya masih terbatas.

Namun, representasi kuantitatif saja tidak cukup. Representasi perempuan dalam politik harus diiringi dengan kualitas partisipasinya. Perempuan harus mempunyai suara dan pengaruh yang nyata dalam pengambilan keputusan politik, bukan sekedar menjadi "pelengkap" untuk memenuhi kuota.

Tantangan yang Dihadapi Perempuan dalam Politik

Meskipun ada peningkatan dalam representasi, perempuan dalam politik Indonesia menghadapi berbagai tantangan signifikan:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline