Gunjang Ganjing Rancangan KUHP yang melanda hari-hari ini tak seharusnya dibesar-besarkan.Tidak pula kita perlu menciptakan KUHP baru yang seakan-akan steril dari KUHP yang katanya warisan kolonial.Istilah terakhir ini memang membawa sentimen anti penjajahan yang kadang-kadang tidak pada tempatnya atau kebablasan.Belanda sendri kalau kita rujuk KUHP-nya berasal dari Perancis (Lihat wikipedia).
Lalu seiring waktu disesuaikan dengan keadaan lokal. Hal demikian terjadi pula pada KUHP Perancis yang materi terbesarnya -- atau katakan persamaan di antara keduanya sampai 90% sebagaimana diteliti banyak kalangan- berasal dari fiqh Maliki. noonpost.com.
Hal tersebut terjadi ketika pada tahun 1801 M. Napoleon membawa serta ke nagaranya kitab SYARH DARDIR 'ALA MATN AL-KHOLIL dari tempat Jajahannya,Mesir lalu dikembangkan di negaranya.Diundangkan pada tahun 1805 M.Hal demikian diakui sendiri oleh sejarawan Perancis Gustaf Lobon dalan bukunya PERADABAN ARAB .
Tersebut pula bahwa Alfonso IX raja Castalla menulis untuk pertama kalinya kodifikasi kanun di Eropa dan menyebarkannya dengan bahasa latin dalam tiga jilid.Dia mengambil materi kitab undang-undang tersebut dari KANUN AL-WILAYAT atau udang-undang negara di Andalusia yang muslim yang sudah berlaku sejak tahun 1289 M. atau 679 H.
Di samping itu ada pula Frederick II , raja Sicilia dan emperium Jerman yang Kitab-kitab Kanun mereka mengambil dari fiqh Islam sehingga tersebut di sana tata cara mengambil pajak langsung dan tidak langsung, struktur militer, bea cukai,penguasaan negara atas sumber-sumber tambang, dan sebagian barang dagangan yang semua hal itu telah dikenal dua kurun sebelumnya,IX dan X di syariat Islamiyah lalu sample-semplenya dicomot habis oleh Eropa. Hal yang kemudian mengembang dan dikenal tidak jauh dari dua aliran besar dalam hukum kontemporer : continental dengan civil law-nya dan anglo saxon dengan common law-nya. (http://www.shbabmisr.com/t~112655)
Bahkan jauh sebelumnya Pope Sylvaster Gilbert II saat Eropa dalam kegelapan dan feodalisme berguru di universitas-universitas Kordoba yang saat itu sudah terdapat 17 universitas ,sementara mahasiswa-mahasiswa Eropa sendiri mencapai 4000 di sana, (http://www.ahewar.org/debat/show.art.asp?aid=574659&r=0 ) di antaranaya Sylvester Gilbert sendiri yang dengan gigih mempelajari bahasa,budaya dan hukum ,terutama fiqh Maliki yang berlaku di pusat peradaban dunia waktu itu , baik dalam transaksi ,jual-beli, aturan keluarga dan masyarakat dan seterusnya yang tidak tanggung-tanggung berlangsung selama 800-an tahun, masa yang lebih dari cukup untuk terserapnya segala kebiasaan,hukum dan budaya di tempat nilaai-nilai itu berada, lalu dia olah semua itu dan diterapkan di negerinya,Perancis serta diundangkan pada tahun 1805 M.sekaligus menamainya dengan istilah baru ; HUKUM ROMAWI BARU. http://www.shbabmisr.com/t~112655
Aapakah mau dikatakan bahwa fiqh Maliki atau syariat Islamiyah meniru kanun Romawi? Ini hal fatal yang sering terbayang di mata orang yang terpesona gebyar kulit dan sulit menerima hakikat. Bagaimana mungkin budaya kegelapan yang sudah ditinggalkan pemakainya sendiri selama 800 tahun bisa muncul tiba-tiba dalam bentuk kodifikasi hukum yang tertata canggih dan lintas zaman.Kalau dikatakan mungkin Fiqh Maliki mengambil dari terjemahan buku-buku Yunani yang diterjemahkan orang-orang Islam.Maka jawabnya penerjemahan itu terjadi pada masa al-Makmun ,generasi sesudah Imam Malik. Dan para ahli hadits yang adalah mazhabnya Imam Malik sangat menjauhi filsafat yang adalah warna umum ilmu Yunani, demiian pula ahli fiqh.Ditambah konferensi di LAHAY, 1937 M.,Belanda yang menetapkan keputusan konferensi Washinton tahun1935 bahwa syariat Islamiyah adalah sumber perundang-undangan mandiri yang terbebas dari pegaruh referensi-referensi Yunani atau Romawi. (lihat misalnya: http://www.shbabmisr.com/t~112655 atau http://alliedlegals.com/assets/files/islami.pdf )
Setelah pendahuluan ini jika RKUHP semangatnya adalah meninggalkan warisan kolonial maka apa dan berapa gerangan nilai-nilai lokal yang mau kita undangkan, sementara Belanda dan Perancis sendiri –katakan- tidak mampu melakukan perumusan undang-undang dari nol. Kalau kita lakukan tambal sulam sebagaimana Belanda dan Perancis –katakan- lakukan maka tidak perlu kita menggebu-gebu dan berkoar-koar bahwa kita punya KUHP sendiri, tanpa sedikit pun ada nuansa Belanda di sana ! Sementara sistematika dan metodologinya itu-itu juga, hanya ada satu dua nilai lokal yang mau diselipkan sebagai bukti kerja dan nasionalisme lalu naifnya justru nilai-nilai itu yang ditentang banyak pihak.
Mengapa tidak kita sesuaikan secara mendasar perundangan itu dengan melihat kepentingan dan kemaslahatan yang ada. Siapa yang mengaharuskan kita mengikuti murni continental law? Mungkinkah semua fenomena mau dihukumi dengan tertulis, sementara hari berganti,perilaku berubah dan kebiasaan berpola lain dengan cepat? Mengapa tidak kita padukan sekaligus dengan anglo saxon law atau tata perundangan lain sesuai kebutuhan? Sehingga keluwesan tercapai, elastisitas juga terjadi. Dengan ini maka semangat meninggalkan peninggaalan kolonial lebih nampak dan proposional. Perundangan itu kita yang menyusun dan untuk kebaikan kita.Mengapa pula kalangan agamawan tidak nampak dimintai pertimbangan,atau hanya MUI, sementara kaidah agama berkata di mana ada kebaikan,keadilan,kemaslahatan maka di situlah agama berada, dengan nama dan istilah apa pun kebaikan itu disebut. Itu adalah nilai universal yang mungkin tidak dikenal di lingkungan lain.Mempertimbangan pula sejarah perundang-undangan dunia yang dari kajian di atas nilai-nilai kearifan itu muncul dari hati yang bersih, akal yang tercerahi hidayah ilahiyah dan lingkungan yang suci.
Taruh dalam kasus gelandangan , maka tidak perlu masalah kecil begini masuk kuhp, berikan kewenangan menangani itu pada pemerintah kota atau lokal. Dengan catatan jangan didenda sebelum diurus.
Semoga Yang Maha Pengasih menunjukkan jalan yang lurus.