Lihat ke Halaman Asli

Seberapa Pedulikah Kita?

Diperbarui: 24 Juni 2015   12:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13703308392021529545

Sejak tahun 1972, tanggal 5 Juni ditetapkan sebagaiHari Lingkungan Hidup Sedunia. Hari ini dijadikan sebagai salah satu instrumen untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Indonesia juga turut aktif memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia ini. Menarik untuk dicermati, setelah lebih dari empat puluh tahun sejak ditetapkannya hari yang penting ini, sejauh apakah kita, masyarakat Indonesia, peduli pada lingkungan hidup?

Mari kita bahas faktanya dari hasil sebuah survei.

Sekitar tiga bulan yang lalu, saya mendapat kiriman buku dari Badan Pusat Statistik (BPS). Judulnya Indikator Perilaku Peduli Lingkungan Hidup. Buku ini memaparkan hasil Survei Perilaku Peduli Lingkungan Hidup di 33 Ibu Kota Provinsi. Survei dilaksanakan pada bulan Juni 2012, dengan sampel sebanyak 3.254 rumah tangga. Responden survei adalah kepala rumah tangga, istri atau suami dari kepala rumah tangga, atau anggota rumah tangga lainnya yang mengetahui tentang karakteristik atau perilaku rumah tanga terkait lingkungan hidup. Terbatasnya jumlah sampel mengakibatkan hasil survei hanya dapat menggambarkan kondisi nasional untuk darah perkotaan.

Pada survei ini, perilaku peduli lingkungan hidup didefinisikan sebagai tindakan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, yang mengandung upaya mengurangi dampak negatif terhadap alam, serta ikut menjaga ketersediaan sumber daya alam demi kepentingan umum dan generasi yang akan datang. Perilaku rumah tangga yang diteliti antara lain: pemanfaatan energi listrik dan penggunaan bahan bakar untuk keperluan memasak, pemanfaatan air, penggunaan transportasi serta pengelolaan sampah. Perilaku merokok serta peran serta rumah tangga dalam gotong royong untuk membersihkan lingkungan sekitar tempat tinggalnya juga diamati oleh survei.

Sebelum masuk ke pembahasan perilaku, buku ini mengulas hasil survei mengenai pengetahuan rumah tangga tentang pengelolaan sampah,penghematan dan konservasi air, penghematan energi, dan pemanasan global. Pada masalah pengelolaan sampah, sebanyak 75,1 persen rumah tangga sudah mengetahui bahwa membakar sampah akan mencemar udara. Sementara untuk pengetahuan bahwa sebelum membuang sampah perlu dilakukan pemilahan paling tidak untuk sampah organik dan anorganik, sekitar 62,6 persen rumah tangga mengaku sudah mengetahuinya.

Tentang pengetahuan perlunya konservasi air, 80,3 persen rumah tangga mengetahui bahwa setiap rumah tangga perlu menyediakan area resapan air. Sedang menyangkut pengetahuan kepedulian terhadap terbatasnya bahan bakar minyak (BBM), 79,2 persen rumah tangga mengaku mengetahui bahwa dengan menggunakan kendaraan umum berarti turut dalam upaya penghematan BBM.

Berbicara tentang pengetahuan tentang perilaku yang ramah lingkungan, hasil survei menggambarkan bahwa secara umum sebagian besar rumah tangga di perkotaan telah memiliki pengetahuan yang memadai. Namun ternyata pengetahuan yang dimiliki rumah tangga/seseorang tidak serta merta menunjukan bahwa ia akan bersikap peduli terhadap lingkungan.

Dalam pemilahan sampah misalnya, hanya 12,8 persen rumah tangga yang menyatakan sering memilah sampah, dan 9,4 persen menyatakan kadang-kadang melakukan pemilahan. Anggaplah yang melakukan pemilahan smapah adalah mereka yang sudah tahu perlunya pemilahan. Kita akan temukan lebih dari 40 persen rumah tangga yang mengaku sudah tahu, tidak mempraktekkan apa yang diketahui. Padahal, tahapan awal untuk mengelola sampah secara benar adalah melakukan pemilhan sampah terlebih dahulu. Tahapan ini sangat penting untuk memudahkan proses pengolahan sampah berikutnya.

Kepedulian terhadap sumber daya air yang dapat dilakukan oleh rumah tangga salah satunya adalah menyediakan area resapan air. Area ini memiliki fungsi sebagai penampung dan penahan air hujan agar tidak langsung terbuang, tetapi meresap kembali ke tanah dan akan menjadi sumber air bersih. Survei mencatat hanya sekitar 25 persen rumah tangga yang memiliki resapan air baik berupa taman, sumur resapan, maupun biopori. Dapat disimpulkan, dari 80,3 persen rumah tangga yang mengetahui manfaat area resapan air, sekitar 55 persen belum di antaranya menyediakannya. Terbatasnya lahan pekarangan menjadi salah satu alasan belum dibuatnya area resapan air ini.

Lalu apa hubungannya merokok dengan lingkungan? Buku ini menjelaskan keterkaitan antar keduanya. Kurang lebih begini penjelasannya: Merokok tidak hanya terkait dengan kesehatan si perokok ataupun kesehatan orang lain di sekitar perokok.Dalam proses produksi 300 batang rokok dibutuhkan empat mil kertas untuk gulungan dan kemasan rokok yang kira-kira setara dengan satu batang pohon. Setiap kali merokok, sekitar empat ribu bahan kimia dihembuskan dan dilepas mencemari atmosfer. Setiap hari jutaan puntung rokok dicampakkan ke tanah atau berakhir di danau dan sungai, sehingga ikan dan hewan air lainnya terkena dampak dari tembakau. Tidak hanya itu, perlu waktu sekitar 25 tahun untuk puntung rokok di tanah supaya membusuk. Padahal, bahan kimia dan bahan tambahan yang ada pada rokok akan meresap dalam tanah, mencemari tanah tersebut, serta mencemari tanaman yang tumbuh di atasnya.

Nah, itu tadi pengetahuannya. Faktanya? Sungguh miris, survei membuktikan 64 persen anggota rumah tangga yang berumur 10 tahun ke atas adalah perokok, dan sekitar 4 dari 10 perokok mengkonsumsi 77 hingga 146 batang rokok per minggu.

Kepedulian tampaknya masih jauh. Perlu upaya yang sungguh-sungguh dari semua pihak, baik pemerintah, pihak swasta, maupun masyarakat itu sendiri untuk membentuk masyarakat Indonesia yang berperilaku peduli lingkungan hidup.

********

Indikator Perilaku Peduli Lingkungan Hidup 2012

(Hasil Survei Perilaku Peduli Lingkungan Hidup di 33 Ibu Kota Provinsi)

Naskah: Sub Direktorat Statistik Lingkungan Hidup

Penerbit: Badan Pusat Statistik, Jakarta-Indonesia

ps. Mas dan Mbak Admin yang baik, tolong dong, dashboard aktivitas saya masih tidak bisa dibuka, sudah sejak 18 Februari 2013. Saya jadi tidak bisa lihat tulisan teman-teman yang terbaru, juga komentar-komentar yang masuk. Terima kasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline