Lihat ke Halaman Asli

Pengalaman Mendampingi Remaja di Media Sosial

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Sudah sering kita mendengar kasus remaja diculik dan mengalami kekerasan seksual akibat pergaulan di dunia maya. Hal ini membuat kita sebagai orang tua menjadi sangat khawatir dan perlu waspada. Tak terkecuali buat saya dan suami yang memiliki remaja putri. Putri-putri kami sebagaimana teman sebayanya, memiliki akun facebook dan twitter. Mereka sudah memiliki akun-akun ini sekitar empat tahun yang lalu. Berangkat dari kekhawatiran pertemanan di dunia maya yang rawan kejahatan, kami melakukan beberapa hal untuk mendampingi mereka di dunia maya. Inilah hal-hal yang kami lakukan:

1.Pada awal pembuatan akun facebook, kami meminta mereka melakukan penyaringan untuk orang-orang yang akan menjadi teman mereka. Filter yang kami minta mereka terapkan adalah: Pertama, pada prinsipnya yang boleh menjadi teman di dunia maya adalah teman mereka juga di dunia nyata.  Kedua, bila ada yang meminta menjadi teman yang merupakan teman dari teman sebelumnya, periksa dulu identitas termasuk fotonya. Apakah memang bisa ditelusuri dengan baik keberadaannya? Apakah memang sebaya? Bila hal ini terpenuhi, mereka boleh mengkonfirmasi permintaan pertemanan. Namun pengecekan secara berkala tentang siapa saja temannya, terus kami lakukan. Kami pernah meminta putri kami menghapus teman yang kami anggap tidak jelas identitasnya, dan terlihat dari fotonya bahwa yang bersangkutan bukan lagi remaja.

2.Kami juga meminta agar wall mereka di-setting hanya bisa diakses teman. Tidak bisa diakses publik. Walaupun hanya bisa diakses teman, mereka tidak boleh menuliskan alamat lengkap, nomor telepon dan lain-lain yang merujuk pada lokasi keberadaan mereka pada wall.

3.Pengawasan terhadap foto-foto yang mereka upload juga saya lakukan. Foto-foto yang diupload harus yang berpakaian sopan.

4.Untuk mengetahui apa saja yang mereka bicarakan di dunia maya, saya dan suami sepakat yang akan mengawasi mereka adalah saya. Karenanya saya membuat juga akun facebook dan twitter. Secara rutin, saya membaca wall dan tweet mereka. Sesekali saya ikut berkomentar. Dengan ikut aktif di dunia maya, saya dapat memantau aktivitas mereka secara optimal. Saya arahkan mereka agar hati-hati bila menulis di wall atau nge-tweet. Tulisan jangan sampai menyakiti atau menyinggung orang lain. Pernah terjadi, salah satu putri kami bertengkar di facebook dengan seorang temannya yang berujung pada permusuhan di sekolah. Alhamdulillah, hal ini segera terpantau, dan kami minta ia menyelesaikan masalahnya dengan saling berma’afan dan  menghapus tulisan di wall yang menjadi sumber pertengkaran.

5.Terakhir namun yang paling penting, saya membuat mereka agar nyaman untuk ngobrol apa saja dengan keluarga terutama dengan saya. Biasanya pada akhir minggu, sambil tidur-tiduran di kamar, kami ngobrol apa saja. Mereka cerita pengalaman mereka, saya juga cerita-cerita pengalaman saya. Mulai dari masalah pelajaran, cita-cita, fashion, cowok, bahkan jerawat :).  Pokoknya apa saja diobrolin. Inilah saatnya saya sebagai orang tua menyampaikan berbagai pesan yang dibungkus cerita, termasuk agar mereka berhati-hati terhadap bujukan dan rayuan dari lawan jenis baik di dunia nyata maupun di dunia maya.  Saya berharap, bila sudah dapat tempat curhat yang nyaman di keluarga tentunya mereka tidak perlu curhat di luar.

Demikian pengalaman saya, semoga bermanfaat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline