Lihat ke Halaman Asli

Melapangkan Jalan Pulang untuk Orang Tercinta

Diperbarui: 17 Juni 2015   21:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana rasanya bila kita akan kehilangan orang yang kita cintai? Mungkin kebanyakan kita akan sedih dan ada rasa tak ikhlas. Namun, tidak bagi sobat saya, sebut saja namanya Mbak Nisa. Ia memang sedih tapi ia berusaha ikhlas.

“Saya harus bisa mengikhlaskan bila suatu saat nanti ibu saya harus pergi. Bagaimana pun, suka atau tidak suka kematian itu pasti datang. Kepada siapa saja, tidak peduli apakah kita kaya atau miskin, cantik atau tidak, pejabat atau hanya rakyat, dia pasti datang menjemput kita. Mungkin juga saya yang pergi lebih dulu dari ibu saya,” sobat saya, sebut saja namanya Mbak Nisa, berkata lirih.

Mbak Nisa bercerita tentang ibunya yang sedang sakit berat.Bundanya sudah dirawat di rumah sakit berkali-kali. Bahkan pernah sudah tidak sadarkan diri, namun alhamdulillah Allah masih memberikan umur bagi sang Bunda.

Ada hal yang membuat saya terharu dan kagum kepada Mbak Nisa. Ia berusaha menyiapkan hatinya agar dapat mengikhlaskan kepergian Bundanya, juga menyiapkan segala keperluan untuk penyelenggaraan jenazah. Ia bercerita bahwa saat ibunya yang tidak sadarkan diri dibawa ke rumah sakit, telah dibawanya pula seperangkat kain kafan. Sesuatu yang sempat membuat hati saya berbisik, “Mbak, kayaknya gimana gitu ya…kok udah siap-siap.”Namun, saya tak tega mengucapkannya.

Lebih dari itu, Mbak Nisa berusaha membereskan segala hal yang diperkirakan akan menghambat jalan Bundanya untuk kembali kepada Sang Pencipta. Alhamdulillah, Bundanya tidak tersangkut utang harta dengan orang lain. Meski demikian, satu hal yang hingga kini masih terasa berat bagi Bundanya adalah memaafkan seseorang yang telah melukai hatinya. Bundanya sangat terluka, walau telah bertahun-tahun berlalu rasa sakit itu masih ia rasakan.

Satu hal yang Mbak Nisa ingin sekali terjadi: Bunda dan orang itu dapat bermaaf-maafan agar tiada beban saat pergi. Ia ingin Bundanya pergi dengan tenang, karena semua urusan dengan manusia sudah diselesaikan dunia. Mbak Nisa terus berusaha membujuk sang Bunda.

“Lepaskanlah Bu rasa sakit itu, maafkanlah dia. Kalau ibu suatu saat harus pergi, jangan sampai rasa sakit itu masih ibu bawa….”, cerita mbak Nisa saat membujuk ibunya.Begitu tekunnya bujukan Mbak Nisa dan diiringi do’a-do’a, dengan izin Allah hati Bundanya mulai tersentuh. Perkembangan terakhir Bundanya sudah mulai melunak.

Masih terngiang perkataan Mbak Nisa, “Saya sangat menyayangi ibu saya. Saya lakukan ini semata-mata agar jalan pulang ibu saya lapang. Saya tidak ingin ada sebutir kerikil kecil pun yang akan membuatnya tersandung ketika ingin menghadap Allah. Saya ingin beliau bahagia.”

Mendengarnya saya terenyuh. Sungguh saya berharap kisah ini nantinya akan ditutup dengan indah, Bundanya Mbak Nisa akan berbaikan dengan seseorang yang telah menyakitinya. Dan semoga jalan pulang kita semua akan lapang pula nantinya. Aamiin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline