Lihat ke Halaman Asli

Antara Krisis Politik dan Ekonomi: Dampak Peringatan Darurat Terhadap Nilai Rupiah

Diperbarui: 30 Agustus 2024   09:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Menurut laporan World Economic Outlook (WEO) yang diterbitkan oleh IMF pada April 2023, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan mencapai 5% pada tahun 2023 dan meningkat menjadi 5,1% pada tahun 2024. Namun, dalam laporan WEO edisi Juli 2023, perkiraan tersebut sedikit direvisi turun menjadi 5%. Selanjutnya, dalam edisi Oktober 2023, IMF mencatat bahwa ketidakpastian global, termasuk dampak dari kebijakan moneter Amerika Serikat, masih berpengaruh terhadap prospek ekonomi Indonesia. Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 4,9% pada tahun 2024, sebagaimana tercantum dalam laporan berjudul East Asia and The Pacific Economic Update edisi Oktober 2023.

Namun, belakangan ini Indonesia sedang dihadapkan pada permasalahan politik yang berpotensi melemahkan nilai Rupiah. Salah satu pemicunya adalah polemik terkait Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah syarat bagi partai politik untuk mengikuti Pemilu, serta revisi Undang-Undang Pilkada yang dianggap kontroversial. Selain itu, isu-isu korupsi besar dan ketidakpercayaan terhadap penegakan hukum turut menambah kekhawatiran. 

Pembatasan kebebasan berekspresi dan tindakan represif terhadap aktivis serta pengkritik pemerintah juga menjadi perhatian utama. Peringatan ini mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap Putusan MK yang dianggap tidak diakomodasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Badan Legislasi (Baleg) DPR dan Panitia Kerja (Panja) memilih untuk mengacu pada putusan Mahkamah Agung (MA) terkait batas usia calon dalam Pilkada 2024, ketimbang mengikuti putusan MK. Dalam rapat yang diadakan pada Rabu, 21 Agustus 2024, Baleg menyepakati bahwa UU Pilkada akan merujuk pada putusan Nomor 23/P/HUM/2024 yang dikeluarkan oleh MA pada 29 Mei 2024.

Permasalahan politik ini telah memicu aksi demonstrasi yang melibatkan berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa hingga para aktor. Demonstrasi yang berlangsung pada tanggal 21 Agustus 2024 ini menyebabkan terjadinya bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan di beberapa titik, menimbulkan ketegangan yang meluas. Aksi ini juga memicu gangguan lalu lintas dan kerusakan fasilitas umum di beberapa daerah. 

Suara protes yang kian keras ini mencerminkan ketidakpuasan yang mendalam terhadap situasi politik saat ini, dengan tuntutan agar pemerintah segera mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah yang menjadi akar dari krisis ini. Dampaknya pun terasa di berbagai sektor, termasuk ekonomi, yang semakin memperburuk sentimen terhadap nilai Rupiah di tengah ketidakpastian politik.

Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) kembali mengalami pelemahan pada pagi hari Kamis, 22 Agustus 2024. Pelemahan ini terjadi seiring dengan adanya demonstrasi "Peringatan Darurat" di depan Gedung DPR, Jakarta, yang menolak pengesahan Revisi UU Pilkada. Berdasarkan data dari Refinitiv, Rupiah kembali melemah di atas Rp15.500/US$, tepatnya turun 0,13% dari penutupan harga sebelumnya pada Rabu, 21 Agustus 2024, di Rp15.480/US$. Hingga pukul 10:13 WIB, Rupiah masih terus melemah sebesar 0,55% menjadi Rp15.565/US$.

Untuk menstabilkan nilai Rupiah di tengah ketidakstabilan politik, pemerintah perlu mengambil beberapa langkah strategis. Pertama, memperkuat kepercayaan investor dengan memberikan kepastian hukum dan kebijakan yang konsisten. Hal ini bisa dilakukan melalui klarifikasi dan revisi kebijakan yang kontroversial, serta komunikasi yang transparan tentang langkah-langkah yang akan diambil. Kedua, Bank Indonesia (BI) dapat berperan dengan mengintervensi pasar valuta asing, misalnya, dengan membeli Rupiah atau menjual cadangan devisa untuk menstabilkan nilai tukar. 

BI juga dapat menaikkan suku bunga acuan jika diperlukan untuk menarik modal asing. Ketiga, stabilisasi politik sangat penting di mana pemerintah harus mengupayakan dialog dengan berbagai pihak untuk meredakan ketegangan dan mengurangi ketidakpastian politik yang berdampak pada pasar. Selain itu, mengurangi ketergantungan pada sektor-sektor tertentu dan memperkuat sektor lain yang memiliki potensi ekspor juga penting untuk mengurangi dampak negatif terhadap Rupiah. 

Pengendalian inflasi melalui kebijakan moneter dan fiskal yang ketat akan membantu menjaga daya beli Rupiah dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Kerja sama dengan lembaga keuangan internasional atau negara lain juga perlu diupayakan untuk mendukung stabilitas ekonomi nasional. Terakhir, pemerintah harus menjaga defisit anggaran agar tetap terkendali dan mengelola utang negara dengan bijak, sehingga tidak memberikan tekanan tambahan pada Rupiah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline