Kuparkir sepeda motorku. Kulangkahkan kaki menuju tempat duduk yang sengaja disediakan di samping ruang kaca berbentuk kotak itu. Kotak berisi mesin yang mampu mengeluarkan uang itu, sepagi ini sudah mengular antreannya.
Aku menanti dua orang lagi untuk dapat memasuki ruang itu.
Mesin ATM yang berdekatan dengan salah satu bank daerah itu pun hampir selalu padat pengunjung.
Untuk mengisi waktu, sengaja kumainkan gawaiku. Tepat di depan mesin itu, seorang laki-laki bertubuh tambun dan berpakaian kaos lengan panjang warna orange, dengan logo salah satu bank. Kini gilirannya masuk. Tidak sampai tiga menit, tibalah pada giliranku.
Aku masuk dan langsung mengambil handsanitizer yang telah disediakan di pojok ruang.
Tidak seperti biasanya mesin itu beberapa saat masih memberikan warning.
Lho, kok sulit ya dimasuki kartu, batinku mulai galau. Kucoba lagi, tapi mesin masih memberikan warning.
Beberapa saat masih kutunggu mesin itu kembali normal.
Tiba-tiba, mesin itu memberikan warning ingin bertransaksi atau tidak. Secara refleks kupencet tombol tidak. Sebuah kartu ATM pun keluar dari mesin itu.
Aduh, ini kan kartu bapak tadi, tanyaku dalam hati.
Kubuka pintu, segera memanggil bapak yang mengambil uang di mesin ATM tadi. Aku pun harus kecewa, karena dia sudah berlalu.