"Pokoknya aku nggak mau datang besuk pada pernikahan Sony," ancam Ibu pagi itu sambil bersungut-sungut. Wajahnya tampak selalu mendung akhri-akhir ini.
Perkataan Ibu yang baru saja diucapkan, bagi kami, anak-anaknya membuat tanda tanya besar. Ada apa sih, sampai Ibu marah besar dan tidak mau menghadiri pada acara pernikahan salah satu putra kesayangannya. Sungguh terlihat aneh. Apa kata orang jika mengetahui hal ini?
Kami, anak-anaknya pun tidak diperkenankan untuk menghadiri pernikahan Mas Sony yang akan berlangsung besuk hari Ahad. Teka-teki besar yang belum terjawab.
Aku sebenarnya merasa kasihan kepada Ibu yang wajahnya makin tampak tua, tidak sebanding dengan usia, karena beban psikologis yang selalu mendera.
Ibu, bagiku merupakan seorang wonder women yang berada di dunia nyata. Bagaimana tidak, Ibu yang berstatus seorang janda karena cerai hidup, dengan lima anak yang harus diasuh dan dicukupi kebutuhan hidupnya setiap hari. Untung saja, meski SD saja tidak tamat, Ibu mampu menyekolahkan kelima anaknya sampai tingkat menengah. Bahkan aku dan adikku kuliah meski hanya menyandang gelar diploma.
Profesi Ibu sebagai pedagang kecil di pasar ternyata mampu menopang kehidupan kami, anak-anaknya. Itulah salah satu keadilan Tuhan.
Kegigihan Ibu mencari nafkah memang luar biasa. Ibarat kepala jadi kaki, dan kaki menjadi kepala, itu merupakan hal yang sudah biasa.
Ibu menyandang predikat janda berawal ketika sering mendapat perlakuan kasar dari Bapak. Bukan hanya kata-kata yang berupa cacian, tapi tangan sering melayang di wajah dan bagian tubuh lain. Mata sering terlihat biru karena pukulan Bapak yang melayang di wajah. Ibu sering merasa malu keluar rumah karena lebam di wajah yang tidak kunjung sembuh.
Ketika aku masih kecil, berusia SD, Ibu sering mendapat perlakuan kasar dari Bapak. Lama-kelamaan, Ibu tidak tahan, dengan sikap Bapak yang kasar serta terbiasa mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas didengar oleh anak-anaknya.
Karakter Bapak memang keras, karena terbiasa hidup di jalan, sebagai seorang sopir truk, maka tidak sadar hal itu pun terbawa sampai di rumah.
Semua orang tua pasti berharap akan kebahagiaan bagi anak-anaknya, tidak terkecuali Ibu. Sebagai anak bungsu, Mas Sony diharapkan mampu hidup bahagia. Angan-angan terhadap Mas Sony begitu indah. Dalam lubuk hati terdalam, Ibu sangat tidak rela jika Mas Sony menderita, atau memiliki kehidupan yang tidak mapan seperti keempat saudaranya.