Ratri keluar rumah dengan mengendap-endap karena takut ketahuan kedua orang tua serta kakaknya. Langkah kakinya sedikit jinjit mengurangi gesekan sandal dengan lantai rumah. Malam yang sepi dan dingin itu menjadi saksi pertemuan Ratri dengan Dimas.
Perempuan itu sangat hati-hati saat membuka gagang pintu rumah dan menguncinya kembali. Pertemuan yang telah disepakati keduanya di gang sempit beberapa meter di sebelah rumah Ratri. Ini bukan pertemuan yang pertama kali. Namun, tanpa mereka berdua ketahui ada sepasang mata yang dari jauh memperhatikan.
Perempuan berjilbab itu setiap malam Ahad sering menyisihkan waktu khusus untuk sekadar menyapa Dimas yang akhir-akhir ini makin terlihat akrab dengannya. Ratri, perempuan berwajah putih bersih, yang sekarang kelas tiga SMP itu kini terlihat lebih ekspresif, suka berdandan meski hanya dengan taburan bedak tipis, serta suka bercermin.
Entah apa yang saat ini dirasakan oleh Ratri. Perempuan yang pintar mengaji dan rajin pergi ke masjid itu sepertinya diam-diam sedang berbunga hatinya. Senyum manis selalu menghiasi wajahnya yang mirip bintang Korea Kim Hyun-joo.
Sejak peristiwa di terminal bus minggu kemarin, Ratri seolah mendapatkan energi khusus. Wajahnya yang terlihat lebih ranum ketika tersenyum menambah pesonanya berlipat. Kedua sorot mata lelaki itu begitu teduh saat bertemu dengan Ratri. Insan beda jenis itu terpesona pada pandangan pertama. Dimas sering memperhatikan Ratri saat membantu kedua orang tuanya berjualan.
"Nduk, makanan ini bawa ke terminal. Tadi Ibu pesan agar segera mengambil stok makanan karena di warung menipis," pinta ibu Ratri sambil memasukkan pisang goreng ke wajan.
Ratri yang diajak bicara segera melaksanakan perintah ibunya. Dengan cekatan tangannya memasukkan beberapa gorengan yang sudah matang ke dalam tas plastik bergagang untuk disajikan di warung.
Ratri mengambil sepeda mininya yang telah berumur belasan tahun di samping rumah, dan segera mengayuhnya menuju terminal yang berjarak sekitar seratus meter. Orang tua Ratri membuka warung kecil yang menyediakan berbagai makanan kecil, minuman, dan gorengan serta rokok di terminal bus.
Saat Ratri sekolah, dan kakaknya bekerja, warung dijaga bapak atau ibunya, sedang siang serta sore hari, Ratri mendapat tugas menjaga warung. Pekerjaan orang tua Ratri berjualan di terminal sudah puluhan tahun sejak kakak Ratri berumur satu tahun. Bapak Ratri selain membantu menjaga warung di terminal, kadang juga menjadi tukang parkir sepeda motor di dekat terminal.
Suasana terminal siang itu cukup padat, karena mendekati libur akhir pekan dan pergantian tahun. Beberapa bus dan mobil angkutan umum selalu penuh dengan penumpang. Pemandangan terminal serta hiruk pikuknya ternyata selalu menjadi peluang untuk mendapatkan rupiah.
Beberapa pedagang keluar masuk bus yang sedang berhenti mencari penumpang. Mereka rajin menawarkan makanan dan minuman pada para penumpang. Pengamen, serta penjual koran dan oleh-oleh menjadikan suasana di dalam bus jurusan antarkota itu menjadi gaduh.