Hampir berbarengan berita kematian tetangga Dipo. Berita pertama meninggalnya Pak Saroja, dan yang kedua meninggalnya Pak Badrun yang sakit sudah lama sekali. Bukan hanya berita kematian yang Dipo dengar, tetapi juga pernikahan anak temannya ketika sekolah. Ketiga acara itu hampir bersamaan waktunya.
Dipo harus pandai mengatur waktu agar semua berjalan lancar sesuai rencana. Tiga amplop telah dia siapkan untuk menghadiri acara tersebut. Biasanya Dipo tidak perlu datang bersama dengan tetangganya yang akan melayat, karena kebetulan dia juga ada acara yang hampir bersamaan waktunya.
Ketiga amlop kecil warna putih itu dia simpan di dalam dompet jadi satu dengan amplop kuitansi yang akan diberikan pada salah satu rekan kerjanya. Yang membedakan ketiga amplop itu hanya sebuah cap yang tercantum pada amplop kuitansi.
Saat acara melayat yang pertama, amplop diselipkan pada dompet dengan diberi tanda lipatan kecil, agar tidak tercampur dan keliru dengan ampplop lain.
Acara melayat yang pertama pun berjalan lancar.
Dilanjutkan acara melayat pada tempat kedua. Kali ini amplop sudah disediakan di bagian dalam dompet tanpa tanda lipatan kecil.
Setelah bertemu dengan tuan rumah, dan sedikit basa basi serta mendoakan, maka Dipo mendekati kotak tempat amplop. Dibukanya dompet berisi beberapa amplop putih kecil itu. Dengan sekali sentuhan, Dipo sudah mendapatkan amplop yang dimaksud, dan segera dimasukkan pada kotak dari kayu berisi amplop sumbangan dari orang yang melayat. Dipo pun minta pamit pada tuan rumah.
Kini acara Dipo tinggal satu yang belum terlaksana, yaitu menghadiri pernikahan anak rekan kerjanya. Kembali Dipo mengambil amplop uang dalam dompet. Matanya terbelalak, ketika mendapatkan amplop kuitansi yang dimasukkan pada kotak sumbangan ketika melayat.
"Aduh, kok keliru. Malah amplop kuitansi yang kumasukkan dalam kotak sumbangan," kata Dipo lirih dengan nada sangat kecewa.
Dipo tidak habis pikir dengan kebododhannya yang baru saja dilakukan.
"Apa aku sudah terlalu tua, sehingga mudah lupa dan keliru?"