Hujan malam itu cukup deras. Aku yang sudah mengantuk sekali masih harus berjuang keras menyelesaikan tugas sekolah. Rasa capai karena dari tadi pagi sudah bergumul dengan deretan angka dan huruf membuatku harus mengakhiri pekerjaan yang sangat membosankan ini.
Hawa dingin lantaran hujan seakan meninabobokan mataku yang terlihat kuyu. Sesekali terpejam juga di depan laptop. Mata dan raga sudah tidak sinkron. Setelah kusimpan data hasil pekerjaanku, kucoba sedikit mengalihkan pada sebuah tontonan sinetron yang berdurasi hanya sekitar setengah jam. Lumayanlah, untuk sedikit mengusir rasa kantuk yang memberatkan mataku.
Lagu kesukaanku pun sudah kuputar berulang-ulang untuk menemani bekerja malam itu. Tidak lama berselang, kulihat jarum jam di dinding sudah menunjukkan pukul satu malam. Memang saatnya untuk beristirahat. Rasanya tidak adil jika aku membiarkan tubuh bekerja terus, sementara waktu istirahat sangat kurang. Suasana malam itu sangat sepi. Hanya nyanyian hujan yang masih berdendang membuai malam yang makin dingin dan sepi.
Entah mengapa, malam ini terasa berbeda. Tidak seperti biasanya aku merasakan kehadiran makhluk tidak dikenal semakin mendekatiku. Suara burung hantu dan makhluk malam pun kian terasa menggodaku untuk segera menyembunyikan diri. Kembali kutoleh kumpulan data di laptopku. Rasanya sayang jika tugas yang tinggal sedikit kutinggalkan begitu saja. Perjuanganku sampai dini hari pun akan sia-sia.
Kali ini aku harus berjuang lebih keras mengusir rasa kantukku yang makin tidak terbendung. Beberapa kali aku pun menguap. Selimut bermotif tokoh kartun itu pun kutarik untuk menghangatkan tubuh. Tiba-tiba, kudengar ketukan pintu di luar. Deg!
Sempat berpikir jernih juga. Rasanya tidak mungkinlah sepagi ini ada orang yang mencoba bertamu, kecuali memberi kabar tentang kematian.
Kukeraskan volume lagu yang kuputar, untuk mengusir rasa takut yang makin membelenggu. Ada rasa aneh yang tiba-tiba menjalar di tubuhku. Hatiku kembali berdebar-debar merasakan keanehan di pagi buta itu.
Kembali suara ketukan itu muncul. Kali ini lebih keras. Mungkin karena tidak segera dibukakan pintu.
Aku pun berpikir lebih rasional. Seandainya benar tamu, pasti dia akan mengucapkan salam.
Kuberanikan diri menanyai suara di luar setelah ketukan kedua terdengar.
"Siapa ya, di luar?"