Akhirnya Pur pun dapat beristirahat dengan nyaman siang itu. Sejak pagi, dirinya sibuk membantu keluarga mengurus sawah. Setelah makan siang, Pur ingin merebahkan diri sebentar, meski matanya sulit terpejam.
Surat kabar hari itu pun menjadi santapan siangnya, pengantar tidur siang. Mungkin sebentar lagi huruf-huruf di surat kabar itu tidak lagi terbaca, sebab Pur sudah berada di alam mimpi. Angin siang pun berembus semilir seakan membelai Pur yang cukup lelah.
Pur sengaja mengambil bangku panjang yang berada di depan rumah. Ditariknya agak mepet tembok agar leluasa meletakkan kakinya. Berkali-kali surat kabar dibolak-balik, seakan tidak ada berita yang menarik.
Tiba-tiba, tidak ada angin maupun hujan, sebuah paku jenis ulir yang berukuran cukup besar dan berkarat, tertancap tepat di dekat kakinya. Untung saja, kaki dan tubuhnya selamat dari paku ulir tersebut.
Mata Pur yang sudah hampir terpejam segera membuka kembali. Koran yang dipegangnya pun terlepas.
Pur mengawasi sekeliling, mungkin ada orang iseng yang sengaja ingin membuatnya terkejut, tetapi tidak ada tanda-tanda ada orang lain di rumah tersebut.
Segera didongakkan kepalanya ke atas, barangkali ada bagian atap atau eternit yang rusak, tetapi nihil. Semua baik-baik saja. Bulu kuduk Pur pun kini berdiri.
"Hm... ada sesuatu yang tidak beres," pikir Pur dalam hati.
Pur juga tidak berani menyentuh paku tersebut, dibiarkannya tertancap di bangku tua itu.
Dia berlari menemui beberapa orang dan menceritakan peristiwa yang baru saja dialaminya.
Mereka pun segera menuju tempat kejadian.