"Pak, saya dengar dari adik, Bapak mau nikah lagi?" tanya Nora pada Pak Jonet yang sedang membaca koran di ruang tengah.
Pak Jonet tidak segera menjawab pertanyaan anak sulungnya. Dia hanya diam, melipat dan meletakkan koran yang sedang dibacanya di atas meja, lalu pergi. Ketiga anaknya tampaknya kurang setuju dengan rencananya.
"Huh, Bapak tuh gimana, sih, ditanya baik-baik kok malah pergi," gerutu Nora sambil menekuk wajahnya.
Pak Jonet, lelaki yang satu tahun lagi pensiun itu telah ditinggal mati istrinya satu minggu yang lalu, karena sakit jantung. Nora merupakan anak sulung Pak Jonet. Kedua adiknya juga perempuan, Santi dan Ipah. Satu minggu yang lalu Bu Nari meninggal dunia, setelah beberapa kali masuk rumah sakit karena serangan jantung.
Pak Jonet sendiri akhir-akhir ini sering mengeluhkan pinggangnya yang sakit_karena pernah jatuh. Berbagai usaha medis dan non medis telah diupayakan untuk kesembuhan sakitnya.
"Pak, boleh Nora bicara?"
Nora membuka percakapan sore itu ketika keluarga berkumpul bersama di ruang tengah. Seperti terdakwa, Pak Jonet dihadapkan pada ketiga putrinya yang telah menginjak dewasa.
Nora tidak mau kehilangan momen berharga untuk mendengar secara langsung dari bapaknya tentang rencana pernikahan itu.
"Pak, benar nggak sih, rencana pernikahan itu?"
"Hm ... Bapak akan berbicara dengarkan baik-baik. Bapak sebenarnya tidak ingin menikah. Bapak masih sayang sekali dengan ibumu, tetapi mengingat kesehatan yang kadang menurun, maka akhirnya terpaksa harus mencari teman berbagi suka dan duka."
Tanpa dikomando, anak bungsu Pak Jonet langsung protes mendengar pernyataan bapaknya.