"Pak, idul adha tahun ini saya berniat untuk memberikan sunat qurban untuk Bapak," kataku sore itu ketika berkunjung ke rumah Bapak.
"Ngge anak-anakmu wae, Bapak rasah dipikirke," jawab Bapak yang membuatku harus lebih banyak merayunya.
"Pak, anak-anak mangkeh menawi tiyang sepuh sampun ngleksanaaken."
"Ya, wes karepmu wae, Nduk. Aku manut wae piye apike."
Akhirnya Bapak pun menyerah terhadap keputusanku untuk membiayai sunat qurban tahun itu. Ada sedikit rasa bahagia ketika dapat berbuat baik pada orang tua meskipun hanya sedikit atau tidak berarti. Selama hidup, Bapak belum pernah mengikuti sunat qurban seperti orang lain kebanyakan, karena kondisi perekonomian yang pas-pasan.
Beberapa waktu yang lalu, aku dan suami sudah bermusyawarah untuk menggilir mengikutkan orang tua setiap tahun agar dapat mengikuti sunat qurban. Ya selain mengikuti ajaran agama, juga sebagai sarana berbakti pada orang tua yang tidak mungkin kubalas jasanya.
Menjelang pelaksanaan penyembelihan binatang qurban, Bapak memanggilku.
"Nduk, matur nuwun banget, ya, Bapak wes tok melokke sunat qurban, muga-muga Allah nampa amal ibadahmu."
Serasa air mataku mengalir deras, tetapi kutahan kuat agar tidak nampak cengeng di depan orang tuaku.
"Ya, Pak, aamiin."
"Doa yang tulus dari orang tua, pasti diijabah oleh Allah," batinku menggumam.