Lihat ke Halaman Asli

Naufal Zundan

MAHASISWA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

Praktik Periklanan di Indonesia Sudah Layak?

Diperbarui: 10 Juli 2023   18:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Iklan pertelevisian di Indonesia cenderung beragam dalam hal konten, gaya, dan kualitas produksi. Beberapa iklan memiliki pesan yang kuat dan kreatif, sementara yang lain mungkin terasa kurang menarik atau terlalu komersial. Seiring dengan perkembangan teknologi dan tren periklanan global, ada beberapa tren yang dapat diamati di iklan pertelevisian Indonesia.

Pertama, digitalisasi telah memengaruhi iklan pertelevisian di Indonesia. Banyak merek dan perusahaan menggunakan platform media sosial dan saluran digital lainnya sebagai bagian dari kampanye iklan mereka. Mereka memanfaatkan kehadiran online untuk menjangkau audiens yang lebih luas dan lebih tersegmentasi.

Kedua, ada peningkatan dalam penggunaan selebriti dan influencer dalam iklan pertelevisian. Kolaborasi dengan tokoh terkenal atau selebriti lokal menjadi strategi yang umum digunakan oleh banyak merek untuk meningkatkan daya tarik dan meningkatkan kesadaran merek mereka. Namun, ada juga kritik terhadap ketergantungan yang berlebihan pada selebriti tanpa konten yang kuat atau relevan.

Ketiga, kualitas produksi iklan pertelevisian telah meningkat seiring dengan perkembangan industri perfilman dan periklanan di Indonesia. Beberapa iklan menghadirkan sinematografi yang mengesankan, penggunaan efek visual yang canggih, dan pengambilan gambar yang berkualitas tinggi. Namun, masih ada iklan yang mungkin kurang inovatif dalam hal produksi.

Selain itu, regulasi yang berkaitan dengan iklan juga memengaruhi tampilan iklan pertelevisian di Indonesia. Ada aturan tertentu yang mengatur jenis iklan yang diizinkan tayang di televisi, seperti iklan yang berkaitan dengan produk alkohol atau tembakau yang dibatasi atau dilarang.

Maka dari itu munculah etika periklanan yang merupakan isu penting dalam dunia periklanan di Indonesia. Munculnya kesadaran akan etika periklanan di Indonesia didorong oleh pertumbuhan kesadaran konsumen, pengaruh globalisasi dan teknologi, serta peranan media sosial. Namun, masih terdapat beberapa persoalan dalam etika periklanan seperti informasi yang tidak akurat, stereotip dan diskriminasi, serta eksploitasi anak dan remaja.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, diperlukan langkah-langkah seperti penerapan regulasi yang lebih ketat, pendidikan dan kesadaran etika kepada praktisi periklanan, serta partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi dan melaporkan pelanggaran etika periklanan. Regulasi yang ketat dapat memberikan landasan yang jelas untuk praktik periklanan yang lebih etis, sementara pendidikan dan kesadaran etika akan membantu praktisi periklanan memahami pentingnya mengikuti standar etika yang tinggi. Partisipasi masyarakat juga sangat penting dalam menjaga integritas periklanan dengan melaporkan pelanggaran yang mereka temui.

Adapun Pasal-pasal tentang pelanggaran iklan di Indonesia :

  • Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 : Tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa iklan tidak boleh menyesatkan atau memberikan informasi palsu kepada konsumen. Contohnya iklan yang memberikan klaim palsu tentang manfaat produk, hasil yang tidak realistis, atau menggambarkan situasi yang tidak realistis yang mungkin menyesatkan konsumen.
  • Pasal 4 huruf b Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 03/P/KPI/02/2003 : Tentang Standar Program Siaran. Pasal ini menyatakan bahwa iklan tidak boleh menyinggung moral atau norma sosial yang berlaku. Contohnya iklan yang mengandung konten vulgar, adegan kekerasan yang berlebihan, atau mempromosikan perilaku yang tidak sesuai dengan norma sosial yang berlaku.
  • Pasal 5 Peraturan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 : Tentang Perlindungan Anak dalam Iklan, yang melarang penggunaan anak-anak dalam iklan produk dewasa. Contohnya iklan yang tidak mencantumkan peringatan kesehatan yang relevan, efek samping yang mungkin terjadi, atau informasi yang penting bagi konsumen untuk membuat keputusan yang informasi.
  • Pasal 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 : Tentang Perlindungan Konsumen, yang mengharuskan iklan mencantumkan peringatan atau informasi penting yang relevan bagi konsumen. Contohnya  iklan yang mempromosikan produk alkohol atau tembakau secara melampaui batasan yang ditetapkan dalam undang-undang, atau iklan yang tidak mematuhi peraturan terkait dengan kategori produk tertentu.

Dengan adanya perhatian dan tindakan yang terus-menerus dalam mengembangkan etika periklanan, diharapkan praktik periklanan di Indonesia dapat menjadi lebih transparan, akurat, dan bertanggung jawab. Etika periklanan yang kuat akan mendorong hubungan yang baik antara produsen dan konsumen, melindungi kepentingan konsumen, dan membangun citra positif bagi industri periklanan secara keseluruhan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline