Lihat ke Halaman Asli

Zunan Arief

Belajar Menulis

Tendangan Si Fathiyah

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13318285361297274155

[caption id="attachment_166349" align="aligncenter" width="350" caption="Tendangan si Madun"][/caption] Kotak elektronik bernama Televisi memang tak habis mengundang pembahasan, banyak keajaiban keluar dari layarnya apalagi menyangkut sinema elektronik. Sedari awal saya berfikir bahwa sinetron-sinetron anak unggulan salah satu stasiun TV ini memang sedang naik daun. Banyak anak-anak yang menyukainya dan antusias membicarakannya. Sebagai orang tua saya rasa kita memeng harus tahu tayangan apa yang disukai anak-anak dan juga sebisa mungkin mendampingi saat mereka berada di depan TV saat tayangan favorit mereka disiarkan. Sehingga walaupun tayangan itu kurang berkualitas bagi anak minimal kita bisa mengarahkan pengertian anak tentang makna alur cerita. Fathiyah dan Tendangan si Madun adalah 2 dari sekian banyak produk yang muncul dari industri persinetronan Indonesia. Berdasarkan hasil survey Nielsen tanggal 13 Februari 2012 lalu, Tendangan Si Madun mendapat share sebesar 20,6 dan rating 6,1. Sementara Fathiyah dengan share 18,2 dan rating 5,0. Karena itu MNC TV menduduki ranking teratas berkat program, pasokan MD Entertainment yang keduanya tayang setiap hari pada pukul 20:00 dan 19:00 WIB. Jam tayang yang tentu bertumbukan dengan saat anak-anak harus menekuni buku pelajaran mereka. Awalnya saya sempat heran, apa sih yang menarik dari sosok Fathiyah sehingga membuat anak-anak antusias berada di depan TV? "lucu, kuat, baik hati" kata anak saya. Anak-anak memang butuh toko hero atau pahlawan dalam kehidupan mereka, sosok yang bisa menjadi idola mereka. saya kira sang kreator bisa memanfaatkan momen ini sehingga Fathiyah bisa meroket di hati anak-anak meskipun sering terselip adegan atau dialog yang tidak pantas untuk anak. Juga gaya bahasa si fathiyah yang sering dibolak-balik susunannya bisa membawa dampak bagi anak-anak kalau menirunya. Juga seri "Tendangan si Madun" saya kira ide awalnya bagus untuk membangkitkan minat anak-anak agar menyukai olahraga, sepakbola khususnya. Tetapi ketika telah menyaksikan beberapa kali tayangan saya mulai terganggu dengan adegan maupun alur cerita yang "aneh". Di setiap episode selalu ditampilkan adegan permusuhan dan persaingan tidak sehat yang selalu dilanjutkan dengan adegan perkelahian dengan menggunakan bola sebagai senjatanya, hal ini tentunya bisa membawa dampak buruk kepada anak-anak. Apalagi gerakan menendang bola dilakukan dengan gerakan-gerakan yang sangat fantastis dan sering tidak masuk akal. Hal ini juga bisa berakibat fatal bagi anak yang dengan lugu mencoba untuk menirunya. Kenapa alur cerita tidak dibuat ke arah persaingan yang sehat dan sportif ? Juga cerita perseteruan antara 2 keluarga yang membawa kisah cinta masa lalu jelas bukan konsumsi anak-anak. Hal lain yang dirasakan menganjal adalah alur cerita yang secara tiba-tiba memunculkan sekelompok anak atau orang dengan atribut tertentu yang mengacu kepada tokoh-tokoh lain, semisal shaolin, Bruce Lee, si Buta, bahkan Naruto dan Avatar. Dan disitu digambarkan mereka datang dengan hasrat untuk bertarung tentu saja masih dengan senjata andalan bola.Seperti pada sinetron Fathiyah dialog disini sangatlah rancu, ada tokoh anak kecil yang sangat paham agama dan sering mengutip sunnah rasul di perkataannya, tetapi banyak juga tokoh yang sering mengeluarkan kata-kata kasar bahkan berupa ejekan yang tidak pada tempatnya, hal ini yang riskan ditiru oleh anak. Ditengah-tengah kehausan anak-anak akan karakter pahlawan di televisi dan gencar-gencarnya himbauan untuk adanya pendidikan yang berkarakter bangsa, tentunya para orangtua juga mendambakan tontonan yang berkualitas seperti laskar pelangi, negri 5 menara dan lainnya. Apakah harapan munculnya sinetron yang berkualitas secara pendidikan hanyalah sebuah angan-angan bagi para orang tua? semoga para pelaku industri televisi sadar bahwa penikmat barang produksi mereka adalah juga generasi yang masih membutuhkan suatu sosok pahlawan yang bisa membuat mereka bersemangat untuk berkarya dan berguna bagi negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline