Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor industri yang mampu memberikan kontribusi terbesar terhadap pembangunan ekonomi daerah. Daya tarik wisata alam dan budaya merupakan modal utama bagi wilayah tertentu untuk mengembangkan investasi ekonomi daerah. Sejalan dengan hal itu, segmen pariwisata mampu memberikan peluang terhadap pendapatan daerah di suatu wilayah. IUOTO (International Union of Official Travel Organization) yang dikutip oleh Spillane (1994) menyatakan bahwa sektor pariwisata mampu memberikan delapan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, salah satu diantaranya adalah sebagai pemicu perkembangan ekonomi nasional dan internasional.
Terkait dengan uraian di atas, Kemenkomarinves (2020) menyatakan bahwa perwujudan sektor pariwisata di Indonesia mampu diperoleh melalui wilayah perairan yang memiliki potensi sumber daya yang melimpah sehingga mampu mewujudkan cita-cita Indonesia menjadi poros maritim dunia, dan mampu memberikan substansi terhadap kemakmuran rakyat. Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang memiliki lautan yang cukup luas. Nova (2019) menguraikan bahwa Provinsi Gorontalo memiliki potensi perikanan dan kelautan yang cukup besar. Luas perairan Gorontalo mencapai 9.438,44 km2 serta panjang garis pantai 903,7 km, yang meliputi wilayah pantai utara (laut Sulawesi) 331,2 km dan wilayah pantai selatan (Teluk Tomini) 572,5 km. Dengan potensi itu, Sekretaris Daerah Provinsi Gorontalo, Darda Daraba berharap Gorontalo bisa menjadi lumbung ikan.
Sejalan dengan hal ini, pengembangan daerah di kawasan teluk tomini juga telah menjadi prioritas program Universitas Negeri Gorontalo (UNG) terkait revitalisasi Kawasan Teluk Tomini dalam rangka peningkatan kesejahteraan ekonomi dan investasi Desa (2021). Dengan demikian, potensi laut di kawasan teluk tomini menjadi akses besar dalam pengembangan pariwisata dan pendapatan ekonomi daerah di Gorontalo.
Botubarani merupakan salah satu wilayah yang berada di kawasan Teluk Tomini. Wilayah ini berkembang sejak munculnya hiu paus sebagai salah satu ikon eduwisata di Gorontalo. Hiu paus (Rhincodon Tipus) merupakan salah satu jenis ikan terbesar di dunia. Pelabelan nama hiu paus di Indonesia memiliki nama lokal yang berbeda-beda tergantung daerah masing-masing. Sadili (2015) penamaan hiu paus di Indonesia seringkali menyesuaikan dengan wilayah tertentu, seperti di Papua hiu paus dikenal dengan sebutan gurano bintang, di Probolinggo dinamakan hiu tutul atau geger lintang dalam bahasa Jawa, dan masih banyak lagi istilah lain untuk hiu paus.
Habitat hiu paus umumnya berada di kawasan perairan tropis diantaranya Australia, Philiphina, Sheychelles, Maladewa, Belize dan Meksiko Sadili (2015). Sedangka di Indonesia, keberadaan hiu paud muncul di wilayah perairan Gorontalo, yaitu Botubarani. Hal ini yang kemudian dimanfaatkan pemerintah sebagai destinasi wisata laut di Gorontalo. Peluang besar terhadap keberadaan hiu paus ini mendapat atensi yang luar biasa dari pemerintah. Rombe, dkk (2021) mencatat bahwa tahun 2016, jumlah wisata mencapai 6.000 wisatawan.
Angka ini terus bertambah hingga pada bulan Juli 2016 mencapai 32.043 wiisatawan. Dari data ini dapat dipastikan bahwa hiu paus memiliki daya tarik yang dapat mengundang para wisatawan.
Hadirnya hiu paus di wilayah tersebut memberikan keuntungan bagi warga sehingga mampu mendongkrak perekonomian desa setempat, yang tentunya dapat dinikmati oleh warga sekitar. Makin banyak wisatawan, hal ini makin mendongkrak keuntungan yang didapatkan oleh wisata ini. Sayangnya, hiu paus menjadi salah satu kategori yang masuk dalam kumpulan apendiks yang terancam punah sebagaimana yang petakan oleh Convention of Internasional Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora (CITES) dan The Conservation of Migratory Spesies of Wild Animals (CMS) (Enita, dkk (2017).
Oleh karena itu, perlunya bagi kita sebagai warga Gorontalo untuk melakukan revitalisasi destinasi wisata hiu paus ini sehingga mampu menyeimbangi perekonomian daerah setempat. Sudah ada beberapa penelitian yang berupaya melakukan revitalisasi melalui beberapa strategi diantaranya Sino, dkk (2017) yang melakukan evaluasi ekowisata Hiu Paus, Enita, dkk (2017) yang mengangkat faktor oseanografi terhadap kemunculan hiu paus, Prihadi, dkk (2017) daya dukung lingkungan dan analisis kesesuaian pada wisata hiu paus, dan Rombe, dkk (2021) yang meninjau melalui kualitas air dalam suhu, pH, dan salinitas.
Masih sedikit luaran penelitian yang menyinggung promosi wisata berbasis infografis sinematis berbasis bilingual sebagai peluang untuk menarik wisatawan mancanegara.
Sementara itu, pengetahuan masyarakat terkait eduwiasata terhadap revitalisasi wilayah masih kurang, dan sampai saat ini terlihat kondisi wilayah perairan Botubarani semenjak berakhirnya kegiatan pengabdian yang dilakukan oleh UNG dalam bentuk Bak Sampah Raksasa masih kurang dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat setempat.
Oleh karena itu, perlu adanya tendensi yang mampu menguatkan pola sadar wisata dari masyarakat sehingga peka terhadap kondisi lingkungan sekitar. Program pengabdian ini diharapkan menjadi salah satu program yang dapat memperkuat pengembangan destinasi wisata di Botubarani dan mampu membentuk POKDARWIS di wilayah tersebut sebagai wujud pemeliharaan dan pelestarian destinasi wisata hiu paus di wilayah tersebut.