Teknologi telah mengubah cara kita hidup, belajar, dan berinteraksi. Namun, kemajuan ini juga membawa dampak besar pada kesehatan mental, terutama di kalangan remaja. Di tengah era digital yang serba cepat ini, tekanan untuk mengikuti tren, mempertahankan citra di media sosial, hingga beradaptasi dengan teknologi dalam pendidikan menjadi tantangan yang kerap dihadapi generasi muda. Sebuah seminar bertema "Kesehatan Mental di Era Teknologi" diadakan di SMAN 4 Tasikmalaya oleh Mahasiswa Pendidikan Sejarah dari Universitas Siliwangi yang hadir untuk mengupas tuntas masalah ini.
Dengan pendekatan interaktif, seminar ini berhasil menyentuh isu-isu yang sering dirasakan namun jarang dibicarakan oleh para siswa. teknologi memberi kemudahan luar biasa dalam kehidupan. Media sosial, misalnya, memungkinkan kita terhubung dengan teman lama, menemukan komunitas dengan minat yang sama, hingga berbagi momen kehidupan. Di sisi lain, media sosial juga menjadi sumber tekanan. Banyak remaja merasa tertekan untuk menunjukkan versi terbaik diri mereka, baik melalui foto, cerita, maupun unggahan lain. Perbandingan diri dengan orang lain di media sosial sering kali mengarah pada kecemasan, kurang percaya diri, bahkan depresi. Belum lagi fenomena cyberbullying yang menjadi momok serius di kalangan pengguna media sosial.
Di seminar ini, siswa diajak untuk memahami bagaimana media sosial bisa berdampak pada kesehatan mental mereka. Dari kecanduan akan "likes" hingga dampak negatif dari komentar buruk, para siswa belajar untuk lebih bijak dalam menggunakan platform digital ini. Salah satu poin penting yang dibahas adalah pentingnya menjaga keseimbangan antara kehidupan digital dan kehidupan nyata. Siswa sering kali terjebak dalam rutinitas online, hingga melupakan pentingnya interaksi langsung dengan teman, keluarga, atau lingkungan sekitar.
Dalam seminar, pembicara memberikan beberapa tips sederhana:
1. Batasi Waktu Bermain Gadget. Usahakan mengatur waktu layar (screen time) setiap harinya agar tidak terlalu banyak terpapar media sosial.
2. Perhatikan Pola Tidur. Hindari bermain gadget sebelum tidur agar kualitas istirahat tetap terjaga.
3. Cari Aktivitas Offline yang Menyenangkan. Olahraga, membaca, atau menjalani hobi dapat membantu mengalihkan perhatian dari dunia digital.
4. Bangun Interaksi Langsung. Luangkan waktu untuk berbicara langsung dengan teman atau keluarga, tanpa terganggu oleh notifikasi.
Selain membahas dampak teknologi, seminar ini juga menyoroti pentingnya etika dalam bermedia sosial. Banyak remaja yang masih abai terhadap dampak dari perilaku negatif, seperti menyebarkan komentar buruk atau ikut dalam tren yang tidak bermanfaat. Melalui diskusi interaktif, para siswa diajak untuk memahami bahwa setiap tindakan mereka di dunia maya memiliki konsekuensi. Slogan "Think before you post" menjadi salah satu pesan utama dalam sesi ini. Meski teknologi memungkinkan komunikasi jarak jauh, interaksi langsung tetap menjadi bagian penting dari kesehatan mental.
Sesi diskusi di seminar menunjukkan bahwa siswa merasa lebih nyaman dan didengar saat berbicara langsung dengan orang lain. Hal ini menekankan perlunya menciptakan ruang aman di sekolah dan keluarga, di mana remaja bisa berbagi cerita tanpa takut dihakimi. Seminar ini juga mendorong para siswa untuk mendukung satu sama lain, menciptakan komunitas yang saling mendukung satu sama lain. Namun terkadang Stres juga sering kali menjadi efek samping dari kemajuan teknologi. Dari tugas sekolah yang menumpuk hingga ekspektasi yang tinggi dari lingkungan, remaja kerap merasa kewalahan.