Ramai bahas mengenai 400.000 amplop pada OTT KPK beberapa waktu lalu adalah salah bukti kelakuan para politisi menjalani kontestasi, Suka tidak suka, mau tidak mau itu adalah bagian kekejian dalam menjalankan strategi akhir, disisi lain banyak masyarakat yang sudah lebih condong dengan apatisme mereka dengan banyaknya kasus korupsi dalam kasus-kasus politik yang sudah berlangsung sejak berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi dan jumlah paling banyak juga adalah kasus politik atau setara 61,17 persen (data KPK Oktober 2018).
Jika kita korelasikan dengan maraknya kasus-kasus tersebut maka pada pemilu 2019 ini yang digagas secara serentak dengan pemilihan Umum DPR serta presiden dan wakil presiden maka belum bisa berharap banyak akan perubahan dan perilaku dari kebiasaan untuk memberi saweran kepada pemilih.
Bisa diasumsikan bahwa hal terkecil dari saweran politik kepada pemilih adalah ongkos mobilisasi, bisa dihitung mulai dari atribut, sosialisasi, uang transport, uang makan, dan lain sebagainya. Maka bisa di asumsikan bahwa setiap pemilih yang terjun langsung dalam rapat-rapat akbar, atau pertemuan terbatas adalah ongkos dan biaya saweran dari para calon yang tidak sedikit, akan tetapi hal ini dalam regulasi kita anut saat ini masih mengizinkan akan hal-hal semacam itu, maka jangan salahkan juga ketika mendapatkan kesempatan untuk berfikir untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan sebab mereka mencari cara untuk pengembalian, atau tuntutan akan hak ganti rugi atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan?
Lalu apa yang sangat tidak dibolehkan? tentu adalah Money Politic umumnya dilakukan simpatisan, kader atau bahkan pengurus partai politik menjelang hari H pemilihan umum. Praktik politik uang dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang, sembako antara lain beras, minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai yang bersangkutan.
Hal ini menjadi kebiasaan akan setiap pemilihan sebab sulitnya partai politik memberi pelajaran politik yang benar menurut etika ketimuran kita, karena seringkali partai politik turun jika menjelang pemilu, inilah kerancuan sistem politik kita, dan patut kita tuntut "kemauan" partai politik.
Kampanye Anti Money Politic dan mahalnya cost Politic
pro dan kontra Setiap pemilu selalu saja kita kampanye Anti Money Politic, akan tetapi sudah bisa di asumsikan itu hanya kampanye belaka efek dari kampanye tersebut sangat kecil, sehingga perlu langkah-langkah hukum secara ekstrim kepada kontestan untuk tidak melakukan money politik.
Lalu bagaimana dengan cost politic yang sempat disinggung diatas? lalu bagaimana dengan mahalnya ongkos-ongkos dalam memobilisasi?
Kita bisa belajar dari metode baru dan uji coba militansi para pendukung Prabowo Sandi dengan "serangan Fajar/Subuh" atau kampanye diwaktu subuh dan pagi, tentu kalau kita analisa secara sederhana tentu ini adalah hajatan yang sangat sulit terjadi sebab pelaksanaan waktu agenda kampanye di subuh hari, dimana waktu subuh, atau waktu pagi adalah waktu yang sulit, tapi bisa dibuktikan dengan ribuan orang datang melakukan serangan fajar/subuh dan hadir diwaktu subuh, bukan datang untuk mendengarkan konser-konser atau hiburan melainkan niatan khusus untuk datang mendengarkan pidato politik.
Lalu apa kaitan dengan cost politik, tentu tidak bisa dipungkiri bahwa tetap dengan ongkos yang mahal akan tetapi mereka mendapatkan point tentang militansi para pendukung yang tidak perlu diberi "Money Politic", entah cost politik dari simpatisan atau dari pihak para calon akan tetapi metode ini efektif dalam membangun kekuatan militansi para relawan.
hal ini tentu mempengaruhi dan situsisi bahwa hal ini sangat sulit untuk dipisahkan, sehingga penting untuk membuat regulasi khusus dan pengawasan khusus dalam sistem pemilu kita, dan tentu pasti kita selalu berkata bahwa kita masih dalam tahap belajar berdemokrasi.