Lihat ke Halaman Asli

Zulkarnain Hamson

Dosen Ilmu Komunikasi

Dewan Pers

Diperbarui: 16 Agustus 2024   21:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto dokumentasi pribadi

DIHIMPUN dari berbagai sumber, terdapat sekira 50-60 negara memiliki lembaga berbentuk seperti Dewan Pers, resmi serta memiliki fungsi serupa, meskipun tentu tidak semua negara menyebutnya sebagai "Dewan Pers." Dewan Pers di Indonesia didirikan pada 12 Desember 1968. Didorong oleh kebutuhan menciptakan suatu badan bertujuan melindungi kemerdekaan pers dan membantu mengatur standar etika jurnalistik.

- - - - - - - - - -

Namun kenyataan itu tak berjalan seideal harapan. Dewan Pers, dalam era Orde Baru, tidak lebih dari 'barang pajangan' berisi orang-orang pemerintah, alih-alih melindungi kemerdekaan Pers, malah ikut mengekang Pers. Namun, Dewan Pers mengalami perubahan signifikan setelah reformasi, ketika Undang-Undang (UU) Nomor: 40 Tahun 1999 tentang: Pers disahkan. Dalam UU itu, Dewan Pers diberi peran lebih independen dan lebih kuat untuk melindungi kebebasan pers, fasilitator penegakan etika jurnalistik, dan menangani sengketa yang melibatkan media dan publik. Tentu perubahan itu menjadikan Dewan Pers lembaga sangat penting dalam mendukung demokrasi dan kebebasan berpendapat di Indonesia pasca-reformasi.

Faktor seperti independensi, efektivitas, pengaruh terhadap kebijakan media, dan kemampuannya melindungi kebebasan pers serta menegakkan standar jurnalistik. Apakah Dewan Pers Indonesia sudah mencapai derajat ideal?. Mari kita lihat apa catatan yang ada. Di urutan satu; Australian Press Council (Australia), dikenal karena independensinya dan kemampuannya menangani pengaduan secara efektif. Australian Press Council berfungsi sebagai badan pengatur sukarela didukung industri media mereka, memberikan keseimbangan baik antara kebebasan pers dan tanggung jawab sosial. Urutan dua; Press Council of India (India). Berperan penting dalam menjaga kebebasan pers di negara dengan populasi besar dan media yang sangat beragam.

Press Council of India, memiliki wewenang untuk memberikan sanksi dan memiliki reputasi sebagai pelindung kebebasan pers dalam situasi politik yang kadang-kadang menantang. Sekalipun India terkenal dengan gaya "Polisi India" namun terbukti pemerintahnya mampu menunjukkan tekad kuat, mewujudkan harkat hidup yang normatif, bagi media dan jurnalis. Urutan tiga; ditempati oleh Pressens Opinionsnmnd (Swedia). Lembaga ini memiliki reputasi kuat dalam penegakan kode etik jurnalistik dan bekerja sangat independen dari pemerintah (luar kontrol pemerintah). Swedia juga dikenal dengan kebebasan pers yang sangat tinggi, dan dewan persnya ikut memainkan peran penting dalam menjaga standar jurnalistik kualitas tinggi.

Sekalipun berada di urutan lima; Press Council of Ireland, saya pilih untuk menjadi rujukan karena  dikenal dengan pendekatannya yang inklusif dan transparan, serta kemampuannya menegakkan standar aturan dengan pelibatan berbagai unsur pemangku kepentingan. Di seantero Amerika Serikat (AS), tidak ada satu pun lembaga nasional yang berfungsi sebagai Dewan Pers, seperti yang ditemukan di banyak negara lain. Kebebasan pers di AS dilindungi Amandemen Pertama Konstitusi, yang memberikan kebebasan yang sangat luas bagi media untuk beroperasi tanpa campur tangan pemerintah. Sebagai hasilnya, regulasi terhadap pers di AS lebih banyak dilakukan melalui jalur mekanisme seperti hukum pencemaran nama baik, UU privasi, dan mekanisme pengaduan internal dari organisasi media.

Saya berfikir mengapa tanpa keberadaan Dewan Pers, negara AS tetap mampu menjaga dinamika media mereka? Jawabannya meskipun tak ada lembaga setingkat Dewan Pers nasional, ada beberapa organisasi dan inisiatif orang-orang dan lembaga di AS yang berperan dalam menegakkan standar etika dan memberikan panduan untuk jurnalis, kalau tak salah 5-7 seperti, "Society of Professional Journalists" (SPJ). SPJ adalah salah satu organisasi tertua dan terbesar berfungsi baik mempromosikan etika jurnalistik di AS. Mereka menerbitkan Kode Etik SPJ, yang banyak diikuti  jurnalis dan organisasi media. Ada juga "News Ombudsman" (Public Editors),  juga organisasi berita besar, seperti "The New York Times" dan "The Washington Post", memiliki ombudsman atau public editor yang bertugas menangani keluhan dari pembaca dan menilai praktik editorial dari sudut pandang independen.

Kampus UIT, 9 Agustus 2024
Zulkarnain Hamson
Bercita-cita jadi Komisioner Dewan Pers RI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline