Lihat ke Halaman Asli

Zulkarnain Hamson

Dosen Ilmu Komunikasi

Kotak Kosong

Diperbarui: 27 Juli 2024   22:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makassar. Sumber ilustrasi: SHUTTERSTOCK via KOMPAS.com/Andreawan Tarigan

BIJAKSANA adalah kata yang paling tepat mewakili fenomena kemungkinan kemunculan kotak kosong dalam Pemilihan Umum Langsung Kepala Daerah (Pemilukada) di November 2024 nanti. Maksudnya spirit demokrasi modern 'tidak ikhlas' menerima situasi kehadiran pasangan calon tunggal (tak ada lawan), adanya bakal calon tak berhasil memperoleh porsi suara Partai Politik (Parpol) untuk diusung maju di Pemilukada.

- - - - - - - - - - -

Calon tunggal bukan hal baru bagi dalam kancah politik lokal Sulawesi Selatan, sebelumnya ada Pemilukada Bupati Bone, dan yang fenomenal yakni Pemilukada Walikota Makassar, dimana Pasangan Calon (Paslon) Appi-Cicu kalah. Dari rekapitulasi ini, pasangan Appi-Cicu total mendapatkan 264.071 suara dan pemilih kotak kosong 300.969 suara. Peristiwa kotak kosong Makassar itu, dilatari sidang Mahkamah Agung (MA), bersumber dari detikcom, Kamis, 27 Desember 2018, awal mula munculnya kotak kosong di Makassar setelah MA memutuskan untuk membatalkan Pasangan Calon Mohammad Ramdhan Danny Pomanto dan Indira Mulyasari (DIAmi) dari bursa Pilwalkot Makassar. Atas putusan itu, Pilwalkot Makassar akhirnya diikuti oleh pasangan Munafri Arifuddin dan Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu).

MA dalam amar putusannya beranggapan bahwa Danny Pomanto selaku petahana menggunakan jabatannya untuk melakukan kampanye terselubung dalam program pemerintahannya. Hal itu dianggap majelis hakim dengan ketuanya Agung Supandi dan hakim anggota Yudo Martono Wahyunadi serta Is Sudaryono, merugikan pasangan lainnya. Berbagai spekulasi kemudian bermunculan, satu diantaranya
Danny, tidak tinggal diam, pasca menerima putusan tim pemenangannya bergerak cepat, dan hasilnya menjadi catatan pertama dalam sejarah Pemilu lokal di Sulawesi Selatan, kotak kosong unggul. Sekalipun banyak pihak juga pengamat meyakini Andi Rahmatika Dewi, adalah politisi Perempuan yang berotak cemerlang, namun fakta berkata lain.

Hampir sebulan terakhir, isu kotak kosong kembali merebak, dukungan politik atau pintu Pemilukada Gubernur Sulsel, mulai bermunculan Andi Sudirman Sulaiman (ASS) 'panen' dukungan, dengan tidak menepis konstelasi politik nasional (residu Pemilu presiden) arah koalisi nasional Parpol tampaknya mulai bisa ditebak, tentu beralasan, disamping ASS adalah Petahana juga didukung infrastruktur dan supra struktur politik yang memadai. Tidak semua koalisi nasional Parpol serta merta ikut, ada juga yang melakukan negosiasi. Tetapi tampaknya bisa ditelisik lebih mudah, Politik itu adalah kemampuan strategi, dan mutlak dukungan 'Power' baik finansial maupun popularitas, tentu saja secara rasio harus ditopang elektabilitas.

Kalkulasi sederhana bagi saya adalah melihat reputasi bakal calon, Sulsel memiliki Ilham Arief Sirajuddin (IAS), politisi senior ini dikenal luas dengan simbol 'Sombere' (rendah hati) tak heran jika karir politiknya melejit, dan ada bukti Pilkada Gubernur Sulsel 2013, IA kalah dari Paslon no.2, Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu'mang (Sayang) sebagai pemenang, tentu berbeda dengan klaim pasangan Ilham Arief Sirajuddin-Azis Qhahar Muzakkar (IA), dengan selisih suara sekitar 10 persen atau 500 ribu suara. Tentu tak heran jika kemudian ramai diberitakan IAS optimis punya 1,5 juta suara dan terus meyakinkan Parpol untuk mengusungnya. Elektabilitas IAS masih terpelihara di beberapa kabupaten/kota hasil safari politiknya 2 tahun terakhir. Tetapi Pemilukada tentu tidak sederhana, finansial dan konstelasi ikut berperan besar dalam penentuan dukungan.

Kembali ke kotak kosong, melalui analisis teks media, kekalahan Appi-Cicu, tidak lepas dari gerak Danny Pomanto (DP). Setelah putusan MA keluar mencoret namanya sebagai bakal calon, sejumlah media ketika itu menyuarakan perlawanan DP. Spirit kotak kosong dibangun dengan berbagai jargon, ditiup seperti balon dan tentu saja hasilnya seperti saya tuliskan di atas. Kini apakah ASS dan timnya sudah mengkalkulasi baik faktor IAS dan DP?. Tak mudah menganalisis even Pemilu, apa yang tampak di permukaan belum tentu seperti pusaran arus bawah. Politik nasional sedang sedang mengalami anomali (perubahan tak menentu) bisa saja apa yang diyakini tetap akan bergeser. Sulsel sedang berada dalam proses masifikasi pembentukan klan politik baru, usai melemahnya kekuatan-kekuatan lama.

Apakah kotak kosong menyalahi Undang-Undang (UU)?. Dinamai dengan istilah kolom kosong atau, berlaku dan diatur dalam Pasal 25 ayat (1) dan (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor: 13 Tahun 2018 tentang: Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor: 14 Tahun 2015 tentang: Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon ("PKPU 13/2018"). Tentu saja benar kotak kosong memiliki kedudukan hukum. Tetapi biarlah para ahli hukum dan penyelenggara Pemilu menjalankan kewenangan mereka. Jika saja ada pihak yang menginginkan melawan kotak kosong, maka itu dijamin UU.

Dalam kajian politik lazim kita kenal sirkel ideologi, dimulai dari Monarki akan berakhir pada demokrasi, dan pulang kembali ke Monarki. Fenomena politik ini berlaku umum, lihat sejarah Mesir, Rusia, China, Venezuela, juga Turki. Fareed Zakaria, seorang jurnalis dan penulis, Zakaria telah menulis secara luas tentang "Illiberal Democracies" di mana pemilu diadakan tetapi tidak mencerminkan demokrasi yang sejati karena kurangnya pilihan nyata dan manipulasi pemilu. Kembali ke kata 'Bijaksana' politisi sejatinya adalah embrio pemimpin dan akan muncul pada saatnya. Dengan keyakinan pada niat memimpin (bukan berkuasa), memakai paradigma riset yang tidak manipulatif, mengapa harus ragu menerima pesaing untuk melawan?. Tetapi kembali ke hati, apakah benar punya keyakinan menjadi pesaing?. Bijaknya kata orang Bugis Makassar 'Issengi alemu' (tahu diri).

Watampone, 27 Juli 2024
Zulkarnain Hamson
Dosen FISIP UIT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline