Lihat ke Halaman Asli

Zulia

Guru Bahasa indoensia

Catatan Guru Honorer

Diperbarui: 16 April 2023   22:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Menunggu Formasi atau Semakin Terisolasi?

Nama guru honorer sudah sangat populer dengan istilah gaji minim, jam mengajar banyak, serta mengajar mata pelajaran apa saja. Wajar rasanya jika guru honorer menuntut kesejahteraan kepada pemerintah. Meminta jaminan hidup yang layak, adalah salah satu bentuk penghargaan yang sebanding dengan apa yang telah mereka lakukan sebagai seseorang yang andil dalam mencerdaskan anak bangsa.

Guru ASN maupun guru honorer mempunyai beban kerja yang sama. tuntutan menjadi guru yang profesional semakin tinggi, sehingga para guru harus lebih banyak belajar dan mengajar supaya ilmu yang dimilikinya tidak tergerus oleh zaman. Prinsip mengajar anak sesuai zamannya menjadi pegangan guru supaya mampu mendidik dan mengajar siswanya dengan maksimal.

Wajar saja, jika setiap guru harus siap di upgrade guna meningkatkan kualitasnya, salah satunya mengikuti serangkaian tes. Selain meningkatkan profesionalismenya, juga meningkatkan kesejahteraan guru jika ingin menjadi seorang ASN. Akan tetapi akan sangat disayangkan apabila seorang guru honorer yang telah berusaha mengikuti beberapa tes, baik itu CPNS yang beberapa tahun terakhir ini hanya ada PPPK dengan kontrak perjanjian kerja dan telah mencapai passing grade namun tidak diberikan haknya. Salah satunya Provinsi Bengkulu, sejumlah 514 guru lolos Passing Grade (PG) ini terabaikan akibat pemerintah Provinsi Bengkulu dari tahun 2022 hingga tahun 2023 belum membuka formasi. Walaupun kenyataannya pemerintah pusat sudah meminta memaksimalkan pembukaan formasi untuk guru di setiap daerahnya.

Sungguh bukan isapan jempol belaka, perjuangan guru honorer terutama di Provinsi Bengkulu ini sudah sangat luar biasa, namun sangat disayangkan pemerintah daerah seperti menutup mata dan telinga sehingga tak melihat dan mendengar jerit tangis kami para guru honorer. Tahun sudah berganti, namun kami ini menunggu formasi atau menjadi terisolasi? Seolah menajdi buah simalakama, jika kami diam, maka pemerintah tidak akan melihat jeritan kami, namun jika kami betindak terlebih membuat sebuah kekacauan agar didengar,   tapi label kami sebagai seorang guru yang layaknya digugu atau di tiru.

Jadi, masih berkanankah pemerintah melihat dan mendengar jerit tangis kami dengan berkaca pada sistem salah satu agama di Indonesia yaitu, Islam. Pada masa khalifahnya saja  bisa mensejahterakan guru. Salah satunya pada masa Khalifah Umar bin Khattab, guru begitu istimewa, guru yang mengajar anak-anak di Madinah saat itu digaji sebanyak 15 dinar atau setara dengan Rp. 51 juta tiap bulan jika dikonversikan  ke harga emas saat itu.

Kehebatan Khalifah Islam dalam menggaji para guru dengan gaji yang fantastis tidak akan dianggap rugi, karena nilai keikhlasan ilmu yang telah guru ajarkan ke anak didiknya tidak akan terbalas dengan materi malainkan akan menjadi bekal hidup yang akan di bawa sampai mati. Oleh karena  itu, besar harapan seluruh guru honorer di Indoensia ini, terutama guru honorer Provinsi Bengkulu untuk pemerintah daerahnya agar membalas keikhlasan mentransfer ilmunya kepada  seluruh pemegang kebijakan dengan memaksimalkan membuka formasi dan jangan membuat guru honorer merasa terisolasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline