Tulisan ini saya buat untuk menanggapi banyaknya keluhan guru dan masyarakat tentang kesalahan yang terdapat di buku kurikulum 2013. Yang saya perhatikan adalah buku matematika. Kata orang, matematika itu ilmu pasti, pasti benar dan salahnya, kenapa guru masih bingung ketika ada kesalahan di buku? Bukankah tinggal mengatakan ke siswa, maaf, yang di buku salah, ayo dicatat yang benar.
Kenyataannya, ada beberapa guru yang hanya berbekal hanya satu buku. Saya memiliki sedikit pengalaman mengajar micro-teaching guru-guru sekolah dasar. Ada seorang guru yang mengajar suatu materi yang menurut saya aneh. Lalu saya tanyakan, apa betul yang tadi disampaikan. Guru tersebut tidak memberikan argumentasi tapi hanya memberitahu bahwa itulah yang ada di buku. Lalu saya pinjam bukunya dan saya lihat. Dari buku tersebut, kelihatan ada kesalahan ketikan. Seharusnya ada satu poin yang ada di situ tapi terhapus. Dari sini, saya minta peserta didik saya yang guru sekolah dasar untuk memiliki lebih dari satu buku, sehingga jika ada kejanggalan bisa dicek di buku yang satunya.
Apakah hanya guru saja yang bermodalkan hanya satu buku? Kenyataannya ada juga dosen yang bermodalkan hanya satu buku. Salah satu penyebabnya adalah penunjukkan dosen pengampu yang tidak berdasarkan bidang keahlian tapi siapa yang ada. Hal ini terjadi karena kurangnya tenaga pengajar terutama di PTS yang hanya memiliki mahasiswa yang sedikit. Pembiayaan dosen tentunya harus diimbangi dengan jumlah mahasiswa yang ada. Untuk mengatasi hal ini, ada baiknya selain memberikan beban mengajar, PTS juga membelikan dua buku acuan untuk mengajar, yang nantinya bisa masuk sebagai inventaris perpustakaan.
Kebingungan guru terhadap kesalahan cetak di buku, cukup mengherankan bagi saya. Apakah guru-guru kurang yakin dengan pengetahuan yang dimilikinya ataukah guru takut berbeda dengan buku yang diacu? Seorang guru tentunya sudah memiliki pengalaman bertahun-tahun untuk bisa menyatakan suatu pernyataan di buku benar atau salah. Bukankah tahun sebelumnya, guru menggunakan buku yang berbeda? Buku yang digunakan di tahun sebelumnya dengan materi yang sama tentunya dapat digunakan untuk mendukung buku kurtilas saat ini.
Selain materi, guru juga harus memiliki bekal yang cukup sehingga dapat memilih strategi yang tepat dalam menyampaikan materi. Dan tentunya ini membutuhkan buku atau resources yang lain. Bagi guru yang memiliki akses dengan internet, variasi strategi penyampaian materi bisa dicari di internet. Tentunya pencariannya tidak terbatas dengan resources yang berbahasa Indonesia tapi juga berbahasa Inggris. Di sinilah perlunya seorang guru mampu berbahasa Inggris. Dengan memiliki kemampuan ini, guru bisa membuka wawasannya. Dengan wawasan yang luas, guru akan lebih mudah memotivasi siswa ketika menyampaikan materi.
Selain itu, ada murid yang lebih pintar dari guru adalah hal yang tidak bisa dihindari. Karena memang guru bukan orang yang lebih pintar dari muridnya tapi orang yang lebih dulu tahu dari muridnya. Guru seharusnya gembira jika menemukan murid yang seperti ini dan malah bisa diberdayakan untuk menjelaskan ke teman-temannya dengan gaya mereka. Guru yang hanya bermodalkan hanya satu buku tentunya akan merasa terpojok bila berhadapan dengan anak-anak yang seperti ini. Mereka biasanya tidak puas mempelajari buku dari sekolah, dengan adanya internet, mereka akan mencari berbagai informasi di dunia maya. Ada baiknya guru pun memberikan kesempatan kepada anak-anak ini untuk menceritakan apa yang mereka ketahui dan bagaimana pendapat mereka. Dengan memberi kesempatan berarti guru memberi perhatian kepada anak-anak yang memiliki potensi yang bagus.
Akhirnya, kembali lagi ke pertanyaan saya, apakah saudara termasuk guru yang hanya bermodalkan satu buku? Guru di sini bukan hanya guru sekolah tapi juga guru bagi orang lain. Tanpa sadar, kita akan menjadi guru bagi orang lain. Apakah kita akan menyampaikan sesuatu dari satu sisi saja? Ataukah kita memiliki pengetahuan untuk menyampaikan sisi yang lain. Banyak berdiskusi dan membaca merupakan modal seorang guru yang baik. Membacalah beberapa buku dan cobalah mencari aplikasinya. Peserta didik akan lebih tertarik jika mereka juga mengetahui aplikasinya, tentunya penyampaian aplikasi cukup berupa cerita di awal materi sebagai cara menarik perhatian anak. Siapkah anda menjadi guru dengan modal beberapa buku?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H