Lihat ke Halaman Asli

Ketika Profesi Pengamen Menjadi Sangat "Mantap"

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13364888301218485051

[caption id="attachment_187092" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Pagi ini saya berangkat ke kantor di Kawasan Sudirman naik bis patas AC jurusan Senen-Ciputat. Sayapun mencari tempat favorit, yaitu posisi di kiri sopir. Tidak berapa lama naiklah seorang pengamen yang langsung membagikan sejumlah amplop yang berisi permintaan untuk memberikan uang. Kata-katanya standar, bahwa dia bisu,  tidak mampu dan butuh uang untuk hidup sehari-hari. Yang membuat saya terkejut adalah, saya sangat mengenali orang ini. Dia juga menjadi pengamen (sekaligus pengemis menurut saya) ketika saya masih kost di tempat lama di Kenari, Salemba sekitaran tahun 2008. Sayapun langsung mengamati orang ini. Saya masih ingat dulu dia masih kurus, kucel, berdaki dan kumuh. Sekarang dia tampak lebih gemuk, kulitnya bersih, rambutnya dipotong rapi dan sangat mengejutkan dia juga memakai jam tangan (sepengetahuan saya, sangat jarang pengamen atau pengemis make jam). Tidak berapa lama, orang ini menyudahi aksinya dan  menarik kembali amplop yang disebar ke penumpang bis. Ketika orang ini lewat di hadapan saya, saya mendengar bunyi "ping" standar Blackberry dari dalam saku bajunya. Namun mengejutkan, orang ini tetap memasang muka memelas ketika lewat dihadapan penumpang, seolah tetap menunjukkan dia tetap harus dikasihani. Kemudian dia turun dari bis dan menghilang dari pandangan saya. Sayapun merenung kembali, setidaknya saya juga ingat sejumlah pengamen (juga pengemis) yang wara-wiri di bis kota juga masih beroperasi semenjak tahun 2008 atau 2009 dulu. Bedanya sekarang mereka tampak lebih "segar". Di kantor iseng-iseng saya ambil kalkulator untuk menghitung pendapatan mereka. Diasumsikan mereka naik bis 2 kali dalam 1 jam, khususnya bis jarak menengah. Satu bis jarak menengah berpenumpang 60 orang. Jika diasumsikan ada 10 orang memberikan uang masing-masing Rp. 500, maka dalam 1 kali naik bis dia mendapat Rp. 5.000,- 1 bis = 5.000, berarti 2 bis dia dapat 10.000. Sementara jika jam kerjanya "hanya" 8 jam dalam sehari, maka 8 x 10.000 = 80.000. Artinya dia dapat Rp. 80.000 dalam sehari. Jika dalam sebulan kerjanya 30 hari, maka tinggal dikalikan aja Rp. 80.000 x 30 = Rp. 2.400.000,- SEBULAN. Bayangin aja, pendapatan mereka bisa ngalahi UMR DKI, hanya dengan wara-wiri di bis kota. Jadi sangat wajarlah mereka setelah beberapa waktu akan terlihat lebih baik, lebih klimis, lebih rapi dan mungkin sudah beli HP atau BB. Saya jadi menyadari, bahwa profesi ini sangat mantap dan wajarlah jika orang yang sudah berkubang dan berkecimpung disini akan menikmati hasil yang bagus, dan tidak mau beranjak dari zona nyaman ini. Sebenarnya asumsi diatas bisa saja lebih, karena sepengetahuan saya seorang pengamen bisa mendapat sampai Rp. 150 ribu sehari. Bayangin aja, penghasilannya bisa mencapai Rp. 4.500.000,- perbulan, alias bisa ngalahin gajinya Teller Bank. Dunia memang semakin tua...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline