Lihat ke Halaman Asli

Tradisi dan Toleransi

Diperbarui: 28 Maret 2024   07:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Tadarus Al-Qur’an di Bulan Ramadan: Antara Tradisi dan Toleransi

Bulan ramadan sudah berada di pertengahan,suara azan dan tadarus masih terus menggema diseluruh pelosok Negeri,tak terkecuali di Aceh. Aceh yang di juluki serambi mekah merupakan daerah yang secara formal mejalankan syariat islam. Di masyarakat tadarus di bulan suci ramadan yang dilaksanakan di mesjid-mesjid sudah dilakukan sejak dari nenek moyang. Sebuah hal yang lumrah jika kita mendengar pengajian dilaksanakan sampai larut malam dengan menggunakan pengeras suara.

Seorang  ibu-ibu di daerah Kota Subulussalam memprotes keras dan bahkan sempat mengeluarkan kata-kata kasar kepada anak-anak yang sedang melakaukan tadarus,yang kebetulan rumanya dekat dengan masjid,beliau berpendapat bahwa kegiatan ini sudah mengganggu waktu istirahatnya,belum lagi dirinya yang kurang sehat,sehingga merasa tidak nyaman dengan suara tadarus dengan pengaras suara yang keras, “silakan ngaji,tapi jangan menggunakan pengeras suara,saya merasa terganggu,ini sudah larut malam” Ujarnya. Sambil membanting sesuatu didalam mesjid. Seketika anak-anak yang sedang melakukan tadarus berlarian karena ketakutan,sangat disayangkan hal ini bisa terjadi.

Mungkin masyarakat akan memberi pendapat beragam dalam perkara ini,ada yang menyatakan bahwa tindakan ibu tersebut salah,karena kegiatan di bulan ramadan ini sudah di lakukan secara turun temurun sejak zaman dahulu, dari pada mereka bermain game dan nongkrong di tempat yang tidak pantas,lebih baik mereka tadarus di mesjid. Sementara di sisi lain ada juga yang menyatakan tentang toleransi dan menghargai hak orang lain untuk beristirahat.

Sebuah Kisah pada zaman saidina umar, ketika seorang Yahudi yang terkena penggusuran oleh seorang Gubernur Mesir, Amr bin ‘Ash, yang bermaksud memperluas bangunan sebuah masjid,dan yahudi ini menolak rumahnya digusur,lalu dia datang ke pada khalifah umar untuk mengadu perihal tersebut. Khalifah umar secara tegas menolak penggusuran tersebut dan memerintahkan Gubernur Mesir, Amr bin ‘Ash untuk mengembalikan rumah yahudi yang telah digusur. Toleransi yang yang dipraktekkan oleh khalifah umar memberikan cerminan bagaimana semestinya kita dalam menjalankan syariaat islam yang sesungguhnya.

Aktivitas keagamaan harus terus disyiarkan khususnya di bumi serambi mekah yang kita cintai ini,khususnya di kota Subulussala yang terkenal dengan tanah tuan Syekh Hamzah Fansuri. Namun perlu diperhatikan kembali bagaimana dalam syiar ini agar  tidak terjadi perdebatan yang merugikan masyarakat itu sendiri, kita khawatir hal ini akan dimanfaatkan oleh pihak tertentu dalam membuat narasi yang negatif tentang Islam di Aceh.

Pemerintah dan tokoh agama diharapkan dapat berkontribusi dalam menyamankan persepsi bagaimana syiar di bulan suci ramadan ini dijalankan, aturan yang mengikat perlu segera diterapkan, jangan sampai masyakarat terbelah dalam  menyikapi hal ini. Bukankah menjaga tali silaturahim dan kerukunan juga bagian dari syiar islam? Mari kita wujudkan penegakan syariat islam yang bermatabat di bumi serambi mekah agar kedepan hal seperti ini tidak gai terjadi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline