Cabin crew landing station.
Kita mungkin tak asing lagi dengan announcement tadi, yang selalu terdengar beberapa saat sebelum roda pesawat menyentuh runway.
Tapi tak ada yang mengira semua pesawat komersial di seluruh dunia kini berada dalam posisi diam tak bergerak di runway. Parkir untuk waktu yang belum pasti kapan akan terbang lagi. Grounded.
Wabah virus corona yang bermula sejak Januari dan kini menyebar ke semua negara di dunia berimbas besar pada industri penerbangan. Banyak negara melakukan lockdown, pembatasan rute makin ketat.
Industri penerbangan pun cepat atau lambat dibayangi PHK apabila pandemi corona ini tak segera berakhir. Maskapai mungkin masih bisa bertahan untuk grounded satu bulan, tapi situasi menjadi rumit bila durasi grounded harus ditambah dua atau tiga bulan.
Selama pekan terakhir Maret, ada lebih dari 75 maskapai di seluruh dunia yang grounded. Beberapa di antaranya masih terbang emergency dan kargo, meski hanya dengan hitungan jari.
Imbasnya sejumlah maskapai telah merumahkan pegawainya, mulai dari pilot, awak kabin, teknisi dan karyawan pendukung lainnya. Sebagian besar mungkin berstatus unpaid leave. Tapi sampai kapan?
Ini belum termasuk mata rantai dari industri penerbangan itu sendiri, mulai dari karyawan bandara, ground handling, kedai makanan, catering, toko-toko di bandara, hotel, travel, biro perjalanan, jasa wisata, sopir, hotelier, dan masih banyak lagi bila diurai satu persatu.
Dampak wabah corona ini memang sangat luar biasa dan unprecedented alias belum pernah terjadi sebelumnya, bahkan lebih buruk dari kondisi serupa pasca Perang Dunia kedua.
Beberapa maskapai milik pemerintah mungkin masih bisa menyambung nafas dari bantuan finansial atau keringanan lain dari pemerintah. Tapi bagaimana dengan maskapai swasta, terlebih maskapai low cost, yang selama ini menggerakkan roda ekonomi dan pariwisata, khususnya Asia Pasifik dan Asia Tenggara.
AirAsia Malaysia telah menghentikan seluruh penerbangan domestik dan internasional mulai 28 Maret sampai 21 April, dan bisa lebih lama. Ini kemudian diikuti anak kapal mereka di beberapa negara seperti Indonesia, Filipina, Thailand, dan India. Semua grounded.
Salah satu pejabat Malaysia mengatakan, "Perusahaan seperti Malaysia Airlines, AirAsia, dan bahkan Malindo Air punya jumlah pegawai yang besar. Tentu membutuhkan penanganan (bantuan finansial) yang berbeda,"
Di tanah air, maskapai plat merah Garuda Indonesia pun tak mampu menghindar dari situasi turbulance ini. Garuda dikabarkan sudah mengandangkan sekitar 30 pesawat pada akhir bulan Maret.
Kita semua tentu berharap pandemi ini cepat berlalu dan semua kembali berjalan normal lagi. Tapi bila pandemi ini mengajak kita bertanding sampai extra time, kita bisa apa?
Bahkan kita sendiri tak pernah tau berapa lama perpanjangan waktu yang akan kita hadapi. Bisa satu bulan, tiga bulan, atau bahkan enam bulan. Bukan tak mungkin kita harus siap menghadapi sebuah dunia dengan "tatanan baru" yang berbeda dan tidak kita bayangkan sebelumnya.
This too, shall pass. Saya pun yakin kita akan melewatinya. But everything never be the same again.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H